Status Perppu JPSK: Rumit Karena Kompromi Politik DPR
Kolom

Status Perppu JPSK: Rumit Karena Kompromi Politik DPR

DPR dan pemerintah sama-sama memiliki kesalahan dalam sengketa legislasi ini. Masing-masing pihak tidak konsisten dalam menerapkan ketentuan UU No. 10/2004 yang mengatur tentang tindak lanjut perppu.

Bacaan 2 Menit
Sejumlah pimpinan dan anggota Pansus Angket Century. <br> Foto: Sgp
Sejumlah pimpinan dan anggota Pansus Angket Century. <br> Foto: Sgp

Pengantar

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (perppu) merupakan salah jenis hukum positif yang berlaku di Indonesia. Keberadaannya dijamin dalam Undang-Undang Dasar (UUD) dan diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU No. 10/2004). Selama masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono periode 2004-2009, terdapat sepuluh perppu yang disahkan oleh DPR menjadi undang-undang. Jumlah ini sangat tinggi dibandingkan masa-masa pemerintahan sebelumnya. 

 

Namun, pembentukan perppu sering menimbulkan kontroversi dari sisi pembentukannya yang mensyaratkan adanya kegentingan yang memaksa. Kontroversi terakhir terkait perppu adalah penolakan DPR atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (Perppu JPSK). Perdebatan ini bermula ketika pemerintah mengajukan tiga perppu sekaligus yaitu Perppu Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-undang, Perppu Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas UU No. 24 Tahun 2008 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menjadi Undang-undang, dan Perppu JPSK. Dari ketiga perppu tersebut hanya Perppu JPSK yang tidak disepakati oleh DPR untuk menjadi undang-undang.

 

Permasalahan penafsiran penolakan Perppu JPSK bergulir yang menyebabkan pemerintah dan mayoritas fraksi di DPR berada pada dua kutub yang berseberangan. Seolah sulit untuk mencari titik temu. Namun, di sisi lain munculnya masalah perppu seharusnya menjadi perhatian serius baik bagi pemerintah maupun DPR untuk memperbaiki pengaturan peraturan perundang-undangan. Apalagi pada 2010, DPR dan pemerintah sepakat untuk melakukan perubahan UU No. 10/2004.

 

Tanggal penolakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (Perppu JPSK) menjadi perdebatan antara pemerintah dan DPR. Mayoritas fraksi di DPR beranggapan bahwa penolakan Perppu JPSK terjadi pada 18 Desember 2008. Sementara pemerintah menganggap penolakan terjadi pada 30 September 2009.

 

Kompromi Lobi Pimpinan

Kisruh pengesahan Perppu JPSK telah terjadi sejak panyampaian pandangan mini fraksi dalam rapat Komisi XI pada 17 Desember 2008. Ketika itu, peta suaranya adalah empat fraksi menolak yaitu PG, PDIP, PAN, dan PKB. Dua fraksi mendukung yaitu PKS dan PD. Sementara itu, tiga fraksi masih memerlukan pendalaman yaitu PBR, PDS dan PPP. Sedangkan satu fraksi tidak menyampaikan pandangannya yaitu Fraksi BPD. (Kontan.co.id; 18-12-2008) Dengan posisi ini maka masih ada empat suara fraksi yang bisa diperebutkan untuk mengambil keputusan atas Perppu.

 

Pada 18 Desember 2008, lobbi yang dilakukan pimpinan fraksi untuk mengambil keputusan di tingkat Paripurna mengubah peta suara fraksi di tingkat Komisi. PPP dan PDS memilih bergabung dengan PKS dan PD untuk mendukung pengesahan Perppu JPSK menjadi Undang-undang. Sementara PG dan BPD belum menyampaikan pendapatnya. Sehingga peta suara menjadi imbang antara menolak dan menyetujui Perppu JPSK menjadi undang-undang. Lobbi pimpinan fraksi ini juga menyepakati meminta pemerintah mengajukan RUU Jaring Pengaman Ssistem Keuangan sebelum 19 Januari 2009. Di sinilah kisruh tentang disetujui tidaknya Perppu JPSK bemula. Menhukham berpendapat karena DPR meminta pemerintah mengajukan RUU JPSK maka Perppu yang ada tidak ditolak. Pendapat sebaliknya diungkapkan juru bicara PKB, Misbah Hidayat yang berpandangan karena DPR meminta RUU JPSK berarti Perppu tersebut ditolak. (inilah.com; 18-12-2008) 

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait