Pengaturan hak angket oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1954 tentang Penetapan Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), memang berasal dari zaman pemerintahan parlementer di bawah UUD Sementara 1950. Sekarang hak angket diakomodir sebagai hak DPR oleh UUD 1945, karena hak angket dianggap merupakan hak kontrol terhadap kebijakan eksekutif. Bahkan dalam UU Susduk, hak angket disebut sebagai hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan penting pemerintah dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Peralihan kewenangan fasilitas darurat
”Keributan politik” di DPR mengharu biru pemberitaan televisi atau surat kabar sekarang adalah mengenai kebijakan pemerintah menyelamatkan Bank Century. Dimulai dengan Perppu No. 2, No. 3 dan No.4 di tahun 2008, dan perubahan Perturan Bank Indonesia tentang Fasilitas Darurat.
Perppu No 2 Tahun 2008, menambahkan dua ayat pada Pasal 11 UU No. 23 Tahun 1999 jo UU No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, yaitu menambah ayat tentang fasilitas darurat, satu fasilitas yang dapat diberikan oleh Bank Indonesia kepada bank yang mengalami kesulitan keuangan. Ayat tambahan Pasal 11 ini adalah payung hukum bank sentral membantu bank yang sebelumnya diatur Peraturan Bank Indonesia.
Perubahan peraturan tentang tugas Bank Indonesia dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter adalah Perppu No. 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Pasal 5 Perppu menyatakan, untuk mengamankan sistem keuangan maka dibentuk Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang diketuai oleh Menteri Keuangan. KSSK berfungsi menetapkan kebijakan pencegahan dan penanganan krisis.
Dalam Perppu dikatakan bank yang mengalami kesulitan likuiditas berdampak sistemik dapat ditetapkan oleh Bank Indonesia, namun KSSK memutuskan kondisi bank berdampak sistemik atau tidak. KSSK yang memutuskan pemberian fasilitas darurat kepada satu bank, meskipun pada dasarnya keputusan harus dilakukan dengan mufakat, namun jika tidak terjadi mufakat, Ketua KSSK yang menentukan.
Dengan demikian sebenarnya pemberian fasilitas daurat itu berpindah menjadi kewenangan dari Menteri Keuangan, bukan kewenangan Bank Indonesia. Dalam persfektif Pasal 10 UU Bank Indonesia, fungsi KSSK ini adalah campur tangan dan pengambil-alihan tugas Bank Indonesia, yang dilarang Undang-undang dan pelakunya diancam dengan pidana paling lama lima tahun serta denda paling banyak lima miliar rupiah.