Penghasilan ‘Tambahan’ Kepala Daerah Tabrak Banyak Aturan
Berita

Penghasilan ‘Tambahan’ Kepala Daerah Tabrak Banyak Aturan

Mulai dari UU Pemerintahan Daerah hingga Surat Edaran Bank Indonesia ‘mengharamkan’ kepala daerah menerima ‘tambahan’ penghasilan berupa honor atau imbalan lainnya.

Oleh:
CR-7
Bacaan 2 Menit
Penghasilan ‘Tambahan’ Kepala Daerah Tabrak Banyak Aturan
Hukumonline

Honor dan imbalan bagi penyelenggara negara tengah menjadi isu menarik akhir-akhir ini. Keduanya adalah pelengkap dari pendapatan mereka selain gaji pokok. Hanya saja pendapatan lain yang menurut mereka menjadi hak, diperoleh dengan menabrak peraturan.

 

"Selain itu, patut diduga honor dan imbalan yang diterima dapat dikategorikan korupsi," tutur peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun di Jakarta, Selasa (2/2).

 

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan ada pemberian imbalan (fee) kepada pejabat daerah dari Bank Pembangunan Daerah. KPK menemukan enam bank daerah memberikan imbalan hingga Rp360 miliar lebih.

 

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, langsung bereaksi atas temuan itu. Bahkan, dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2007 dan 2008, Gamawan disebut menerima honor selain gaji saat menjabat Gubernur Sumatera Barat. BPK merekomendasikan agar honor selain gaji itu dikembalikan kepada negara.

 

Mengenai honor, seperti dikutip Antara, Gamawan menyatakan, tak ada dasar pengembalian honor yang dia terima. Karena gubernur adalah unsur Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) seperti diatur pasal 4 Keppres No 10 Tahun 1986.

 

Lalu pada pasal 8 diatur pemberian honor bagi Muspida. Pasal tersebut menyatakan; biaya yang diperlukan guna penyelenggaraan administrasi Muspida dibebankan kepada anggaran Pemerintah Daerah yang bersangkutan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait