Kemandirian Penyelenggara Pemilu Bukan Berarti Melarang Orang Parpol
Berita

Kemandirian Penyelenggara Pemilu Bukan Berarti Melarang Orang Parpol

Forum Konstitusi menyatakan kata ‘mandiri’ dalam Konstitusi bukan berarti orang parpol tidak bisa masuk sebagai penyelenggara pemilu.

Oleh:
Sam
Bacaan 2 Menit
Kemandirian Penyelenggara Pemilu Bukan Berarti Melarang Orang Parpol
Hukumonline

Komisi II DPR kembali melanjutkan pembahasan revisi UU No 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. Selasa (27/4), giliran Forum Konstitusi yang diundang untuk  mengikuti rapat dengar pendapat. Rapat kali ini juga menjadi momen dimulainya era kepemimpinan Chaeruman Harahap di Komisi II. Chaeruman yang sebelumnya duduk di Komisi III, menggantikan Burhanuddin Napitupulu yang meninggal dunia.

 

Kepada Komisi II, Zain Badjeber dari Forum Konstitusi menegaskan bahwa keberadaan penyelenggara pemilu merupakan amanat Konstitusi. Makanya, terlepas dari apa nama lembaganya, penyelenggara pemilu mutlah harus ada. “Pemilu kita jabarkan dari pembukaan UUD 1945. Dan dari hasil penjabarannya, untuk penyelenggara pemilihan umum adalah Komisi Pemilihan Umum,” jelasnya.

 

Konstitusi, kata Zain, memang menegaskan bahwa penyelenggara pemilu harus bersifat mandiri. Namun, menurutnya, makna mandiri di sini bukan berarti melarang orang partai politik menjadi penyelenggara pemilu. “Bukan berarti orang partai politik tidak boleh ada di dalamnya,” tukasnya.

 

Jika dibandingkan dengan kata ‘mandiri’ dalam dasar pembentukan Komisi Yudisial (KY) serta Badan Pemeriksa Keuangan, menurut Zain, maka seharusnya orang partai politik bisa juga boleh menjadi penyelenggara pemilu. “Ada beberapa orang parpol di dalam sana. Di KY misalnya, ada teman saya, Thahir Saimima dari PPP,” dia mencontohkan.

 

Makna kata ‘mandiri’ yang dimaksud Konstitusi, menurut Zain, adalah keputusan dari lembaga tersebut nantinya tidak bisa diintervensi oleh lembaga atau partai manapun serta tidak berpihak. “Dia di sana harus menjaga lembaganya, dan merdeka dalam mengambil keputusan,” tandasnya.

 

Pada akhirnya, lanjut Zain, pengaturan mengenai siapa saja yang akan duduk di penyelenggara pemilu menjadi kewenangan DPR sebagai pembuat undang-undang. “Jadi terserah kepada bapak-bapak, siapa yang mau diletakkan di sana,” tambahnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: