Dirjen Pajak Tidak Awasi PPN Makanan dan Minuman
Berita

Dirjen Pajak Tidak Awasi PPN Makanan dan Minuman

Hingga kini masih banyak restoran yang menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Oleh:
M-7
Bacaan 2 Menit
Foto: Sgp ( Foto Ilustrasi)
Foto: Sgp ( Foto Ilustrasi)

Bagi Anda yang sering nongkrong di restoran, mungkin perlu mendengar penegasan Temi Utami ini. Kasubdit Bidang Pelayanan Direktorat PP Humas Ditjen Pajak itu menegaskan makanan dan minuman di restoran bukan merupakan objek Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah, bisanya disngkat PPN & PPnBM. Jauh sebelum Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai terbit, makanan dan minuman di restoran tak pernah kena PPN.

 

Penjelasan Temi Utami seolah mempertegas kembali rumusan pasal 4A UU PPN & PPnBM. Pasal itu mengatakan, jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah barang tertentu dalam kelompok makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering.

 

Barang lain yang bebas PPN adalah barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya; barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak; dan uang, emas batangan, serta surat berharga.

 

Setelah diberlakukan per 1 April 2010, Ditjen Pajak menerima keluhan dari sejumlah konsumen. Sebab, ternyata masih ada restoran atau rumah makan yang menerapkan PPN kepada konsumen saat membayar makanan atau minuman. Temi berdalih UU No. 42 Tahun 2009 masih kurang disosialisasikan kepada masyarakat, terutama para pengusaha. “Masih kurang sosialisasi,” ujarnya saat media briefing di Ditjen Pajak, Kamis (10/6) kemarin.

 

Kondisi kurang sosialisasi masih diperparah oleh pola pengawasan. Ditjen Pajak, kata Temi, tidak dalam posisi melakukan pengawasan atas penerapan PPN tersebut. Pada dasarnya pajak untuk makanan dan minuman dikenakan pajak daerah, sehingga seharusnya daerah pula yang melakukan pengawasan. “Ditjen Pajak tidak melakukan pegawasan. Itu objek yang dikelolah pemerintah daerah. Yang mengawasi adalah pemda”, ujarnya.

 

Masih menurut Temi, seharusnya pajak yang dikenakan untuk makanan dan minuman di restoran adalah Pajak Pembangunan satu (PB1) yang besarannya ditentukan melalui Peraturan Daerah (Perda).

Halaman Selanjutnya:
Tags: