Anggota DPR Nilai Polisi Lamban Tangani Kasus Banyuwangi
Berita

Anggota DPR Nilai Polisi Lamban Tangani Kasus Banyuwangi

Insiden pengusiran tiga anggota DPR saat melakukan temu konstituen ditangani polisi. Polisi sangkal lamban.

Oleh:
Rfq
Bacaan 2 Menit
Anggota DPR Nilai Polisi Lamban Tangani Kasus Banyuwangi
Hukumonline

Kasus pembubaran pertemuan sosialisasi kesehatan gratis di kota Banyuwangi, Jawa Timur oleh salah satu oganisasi berlabel keagamaan beberapa waktu lalu masih ditangani polisi. Namun Ketua Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning Proletariati, salah seorang ‘korban’ dalam insiden pembubaran itu menilai polisi bergerak lamban.

 

Penilaian itu dia sampaikan saat datang Bareksrim Mabes Polri, Jum’at (23/7) lalu untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi pelapor. Sebelumnya, Polri berjanji untuk memproses kasus itu selama dua pekan.  “Lamban sekali, padahal janjinya dua minggu waktu itu di follow up,” ujarnya.

 

Pemeriksaan menitikberatkan pada tindakan kekerasan mental yang dilakukan oleh ormas. Ribka menyesalkan pembiaran yang dilakukan oleh pihak Polres setempat tanpa bertindak atas aksi paksa. Padahal, aparat Polres diduga sudah mengetahui sebelumnya rencana main paksa pembubaran. Kelompok massa sudah berkoordinasi dengan petugas kepolisian sebelum melakukan aksi.

 

Ditegaskan Ribka, acara di Banyuwangi itu bukanlah sarana propaganda Marxisme dan Leninisme sebagaimana tudingan organisasi massa. Melainkan acara sosialisasi program yang sedang diperjuangkan oleh Komisi IX perihal hak rakyat memperoleh kesehatan gratis, rumah sakit tanpa kelas, sistim jaringan sosial. “Dalam rekaman film yang berbetuk CD tersebut, semua materi pembicaraan  yang disampaikan Ribka Tjiptaning terekam,” ujarnya.

 

Ribka memang diminta hadir oleh pihak Bareskrim untuk dimintai keterangannya. Namun meskipun surat pemanggilan telah dilayangkan penyidik, Ribka dan koleganya di DPR, Nursuhut, urung hadir lantaran terdapat tugas dari DPP PDIP ke Manado dan  Sulawesi Utara. Namun begitu dia pun telah memberitahukan kepada penyidik agar pemeriksaan dilakukan pada Jumat.  Karena itu, dua hari lalu (Rabu, 21/7) hanya anggota Komisi IX Rieke Dyah Pitaloka yang hadir memenuhi panggilan penyidik. “Sekarang sebagagi saksi pelapor karena waktu itu masih aku yang melapor,” katanya.

 

Rieke, sebelumnya mengatakan tindakan pembubaran sebagai bentuk kekerasan dalam memperjuangkan demokrasi. Karena itu, Rieke kepada Polri meminta agar segala bentuk kekerasan dan premanisme dapat berantas. Caranya, ya itu tadi penegakan hukum dapat ditegakan terlepas ormas yang mengatasnamakan agama tertentu. “Kami meminta kasus premanisme dalam bentuk apapun ini ada penegakan hukumnya,” katanya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: