Pengacara Publik Perkuat Jaringan
Berita

Pengacara Publik Perkuat Jaringan

Mendorong peran serta advokat untuk memperjuangkan kepentingan publik.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Pengacara publik perkuat jaringan. Foto: Sgp
Pengacara publik perkuat jaringan. Foto: Sgp

Seratusan pengacara publik dan aktivis yang peduli pada kepentingan publik berkumpul di Jakarta dalam pertemuan bertajuk Konferensi Nasional Public Interest Lawyer Network. Konferensi tiga hari itu bukan saja menjadi ajang memperkuat jaringan para pengacara publik, tetapi juga membahas agenda kerja yang bisa dilakukan ke depan. Apalagi, inilah kali pertama para pengacara publik bertemu dalam konferensi resmi.

 

Public Interest Lawyer Network (PIL-Net) adalah jaringan para pengacara, advokat, dan aktivis yang selama ini banyak membantu masyarakat marginal mendapatkan hak-hak hukumnya. Public Interest Lawyer adalah pengacara yang banyak mendedikasikan dirinya atau menyumbangkan waktunya untuk membela dan menangani masalah-masalah publik. Dua masalah publik yang selama ini banyak diadvokasi adalah persoalan hak asasi manusia dan lingkungan hidup.

 

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) adalah salah satu lembaga penggagas PIL-Net. Direktur Eksekutif Lembaga Studi ini, Indryaswaty Dyah Saptaningrum, mengatakan ada ketimpangan jumlah penduduk yang harus diadvokasi dengan pengacara publik. Coba hitung secara kasar. Jika terdapat 20 ribu advokat di seluruh Indonesia, lalu dibandingkan dengan 220 juta jumlah penduduk, maka perbandingannya adalah 1 : 11.500. Menurut Indryaswaty, perbandingan ini menunjukkan minimnya akses masyarakat terhadap tenaga layanan profesional hukum. Jumlah pengacara, apalagi yang menaruh perhatian pada kepentingan publik, terbilang masih minim. “Tak sampai satu persen dari jumlah penduduk,” ujarnya.

 

Kondisi ini diperparah minimnya advokat profesional yang bersedia menangani perkara probono. Mayoritas advokat lebih mementingkan pembelaan kasus-kasus privat karena lebih menjanjikan materi. Sebaliknya, menjadi pengacara publik tidak terlalu menjanjikan. Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Jimly Asshiddiqie, membenarkan sinyalemen Indry bahwa pengacara publik belum terlalu menarik bagi banyak pengacara. “Rewardnya tidak banyak,” kata Jimly Asshiddiqie.

 

Pada dasarnya kehadiran pengacara publik sangat dibutuhkan dalam sistem negara hukum. Pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat terus terjadi, termasuk di negara yang menganut sistem hukum. Idealnya, pemenuhan rasa keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat adalah tanggung jawab negara. Tetapi dalam praktik, tak semua hal bisa dipenuhi negara. “Pelanggaran HAM tidak hanya dapat dilakukan oleh negara,” tandas mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu saat menjadi pembicara kunci dalam Konferensi.

 

Malahan negara sering mengabaikan tanggung jawab itu. Kasus tiga orang janda yang diadili gara-gara menempati rumah dinas Perum Pegadaian merupakan contoh nyata betapa negara abai memenuhi tanggung jawab. Alih-alih menyediakan perumahan, negara malah menyeret ketiga janda ke pengadilan. Justru pengacara publiklah yang memperjuangkan nasib ketiga janda.

 

Menurut Jimly, pengacara publik sudah lama berperan dalam sistem hukum Indonesia. Peran itu terekam lewat kehadiran Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di seluruh Indonesia. Dalam perkembangannya, bukan hanya LBH di bawah naungan YLBHI yang berperan mengembangkan dan memperluas akses publik. Muncul lembaga-lembaga lain dengan fokus perhatian khusus. Elsam, misalnya, menitikberatkan pada masalah-masalah hak asasi manusia secara umum, HuMA banyak mendampingi masyarakat adat, dan Sawit Watch berdiri untuk mengawasi laju ekspansi perkebunan sawit.

Halaman Selanjutnya:
Tags: