Lima Akademisi Jadi ‘Sahabat Pengadilan’ Kasus Bibit-Chandra
Utama

Lima Akademisi Jadi ‘Sahabat Pengadilan’ Kasus Bibit-Chandra

Lima akademisi akan memberi pendapat bahwa kasus Bibit-Chandra seharusnya memang dihentikan saja.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Bibit-Chandra mendapat dukungan lima akademisi<br>yang akan menjadi amicus curiae. Foto: Sgp
Bibit-Chandra mendapat dukungan lima akademisi<br>yang akan menjadi amicus curiae. Foto: Sgp

Upaya Kejaksaan Agung mempersoalkan putusan praperadilan kasus dua Pimpinan KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah menuai dukungan. Lima akademisi fakultas hukum dari empat universitas berbeda menyatakan siap menjadi amicus curiae atau sahabat pengadilan dalam perkara tersebut.

 

Para akademisi ini adalah Hamid Chalid dan Topo Santoso (Universitas Indonesia), Prof. Ningrum Sirait (Universitas Sumatera Utara), Laode Syarif (Universitas Hasanuddin, Makassar), Edward O.S. Hiariej (Universitas Gadjah Mada). Menurut mereka, kasus yang menimpa Bibit-Chandra sangat dipaksakan sehingga sudah sepantasnya dihentikan.

 

“Perkara pidana Bibit dan Chandra tersebut sesungguhnya memang sepenuhnya hasil rekayasa, sesuatu yang sama sekali tidak ada (no case at all) namun ‘diada-adakan’, sehingga sudah selayaknya kedua perkara tersebut dihentikan dengan cara membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi DKI tanggal 3 Juni 2010 dalam putusan PK Mahkamah Agung,” demikian bunyi kesimpulan dokumen yang diperoleh hukumonline.

 

Sekedar mengingatkan, kasus ini bermula dari adanya dugaan penyalahgunaan dan pemerasan yang dilakukan oleh Bibit-Chandra. Kasus ini sempat diselidiki oleh Kepolisian dan kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan Agung. Namun, karena alasan sosiologis, Kejaksaan Agung menghentikan perkara ini dengan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP). 

 

Tak terima dengan terbitnya SKPP itu, Anggodo Widjojo selaku pihak ketiga yang berkepentingan dalam posisinya sebagai pelapor dugaan tindak pidana Bibit-Chandra mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Majelis hakim mengabulkan praperadilan tersebut dan menyatakan penuntutan Bibit-Chandra harus diteruskan. Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Lalu, pihak Kejagung mengajukan PK terhadap putusan itu.

 

Para akademisi itu meminta agar majelis hakim agung melihat perkembangan hukum yang terbaru. Yakni, merujuk para putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang telah menghukum Anggodo Widjojo. Dalam putusan itu, terungkap fakta tidak adanya rekaman percakapan Ary Muladi dengan Deputi Bidang Penindakan KPK, Ade Rahardja.

 

Padahal sebelumnya, sempat digembar-gemborkan terjadi percakapan keduanya. Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Ary Muladi mengaku menyerahkan uang dari Anggodo kepada dua pimpinan KPK itu melalui Ade Rahardja. Dengan tak terbukti adanya rekaman itu, maka telah sangat jelas bahwa terjadi upaya rekayasa untuk mengkriminalisasi Bibit-Chandra.

 

“Berdasarkan perkembangan mutakhir berupa kepastian tiadanya rekaman pembicaran tersebut, maka alasan penghentian penuntutan berdasarkan Pasal 140 ayat (2) huruf (a) KUHAP menjadi sudah terpenuhi dengan tepat, sebab: tidak terdapat cukup bukti dan peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana,” jelas mereka lagi.

 

Laode Syarif mengatakan akan mendaftarkan pendapat para amicus curiae itu Kamis (6/10). “Kami akan daftarkan jam 10.00 WIB,” tuturnya melalui sambungan telepon. Ia sangat berharap pendapatnya beserta rekan-rekannya ini diterima dan dipertimbangkan oleh majelis hakim dalam putusannya.

 

Berdasarkan catatan hukumonline, pendapat amicus curiae memang lebih dikenal di negara-negara yang menganut sistem hukum common law (Indonesia menganut civil law). Meski begitu, pendapat sahabat pengadilan dalam kasus Bibit-Chandra ini bukan yang pertama kali. Sebelumnya, pendapat amicus curiae juga pernah ada dalam perkara PK Majalah Times dan kasus Prita Mulyasari.

 

Belum putus

Salah seorang anggota majelis perkara tersebut, Komariah Emong mengatakan majelis hakim belum melakukan rapat untuk membahas perkara tersebut. “Perkaranya belum putus,” ujarnya kepada hukumonline. Sebelumnya memang tersiar kabar bahwa majelis hakim agung telah memutus peninjauan kembali itu.

 

Ditanyai seputar adanya amicus curiae ini, Komariah enggan mengomentari. “Saya belum tahu tuh. Dan saya juga tak boleh mengomentari. Ini kan sudah masuk pokok perkara,” tegasnya.

 

Sebagai informasi, majelis hakim agung yang menangani perkara itu adalah Imran Anwari (sebagai ketua), serta Moegihardjo dan Komariah Emong (masing-masing sebagai anggota majelis).

Tags: