Panglima TNI Minta MA Tak Mempermudah Cerai Prajurit
Berita

Panglima TNI Minta MA Tak Mempermudah Cerai Prajurit

MA dan Hakim Pengadilan Agama diminta menerapkan syarat izin atasan bagi prajurit yang ingin cerai atau poligami secara ketat. Sesuai dengan PP No.10 Tahun 1984.

Oleh:
Ali/ASh
Bacaan 2 Menit
Panglima TNI minta MA tak mempermudah proses cerai dan <br> poligami para anggota TNI. Foto: Sgp
Panglima TNI minta MA tak mempermudah proses cerai dan <br> poligami para anggota TNI. Foto: Sgp

Maraknya kasus perceraian dan poligami prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) rupanya cukup membuat gerah panglimanya. Panglima TNI secara resmi telah menyurati Mahkamah Agung (MA) khususnya untuk hakim-hakim di peradilan agama agar tidak mempermudah proses cerai dan poligami para anggota TNI. Hal ini terungkap dalam acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) MA 2010 di Balikpapan. 

 

Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Rum Nessa mengatakan surat itu memang baru saja diterima oleh pihak MA. Inti isi surat itu, lanjutnya, meminta kepada para hakim agar perkara perceraian atau poligami jangan dulu diputus sebelum ada izin dari atasan. “Kira-kira isinya seperti itu,” ujarnya, di sela-sela acara Rakernas MA, Rabu (13/10).

 

“Suratnya baru-baru ini kok. Saya lupa kapan pastinya,” tuturnya kepada hukumonline ketika ditanya kapan surat itu dikirim ke MA.  

 

Rum Nessa mengatakan surat itu mengacu kepada PP No.10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil. Pasal 3 dan Pasal 4 itu menyebutkan pegawai negeri sipil yang ingin melakukan perceraian atau beristri lebih dari satu harus memperoleh izin terlebih dahulu dari pejabat (atasannya).

 

Untuk memperjelas teknis aturan ini, masih menurut Rum Nessa, MA menerbitkan Surat Edaran (SEMA) No.5 Tahun 1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan PP No.10 Tahun 1983. SEMA ini memberi waktu selama 6 (enam) bulan bagi PNS untuk meminta izin atasannya. Apabila tenggat waktu itu berakhir, dan PNS tersebut keukeuh melanjutkan perkaranya, maka hakim diharuskan memberi peringatan kepada yang bersangkutan merujuk pada PP No.10 Tahun 1983 yang memuat sanksi-sanksi pemberhentian sebagai PNS.  

 

Bila usaha ini telah dilakukan, masih menurut SEMA itu, maka perkara dapat dilanjutkan pemeriksaannya. Jadi, sidang dilanjutkan walaupun PNS atau prajurit TNI itu tak mengantongi izin dari atasannya. “Karena izin itu bersifat administratif. Akhirnya diberikan waktu enam bulan. Kalau dalam jangka waktu itu tak ada izin dari atasan, pengadilan bisa tetap dilanjutkan,” jelas Rum Nessa. 

  

Di sinilah persoalannya. Ada beberapa kasus dimana seorang prajurit TNI bercerai atau berpoligami dan atasannya tidak tahu menahu. Hal ini juga sempat diungkapkan dalam Rapat Komisi III Rakernas MA (Urusan Lingkungan Peradilan Militer). Berdasarkan informasi yang diperoleh hukumonline, ada sebuah contoh kasus yang berkaitan dengan ini. 

Tags:

Berita Terkait