Norma Syarat Perundingan PKB Inkonstitusional
Berita

Norma Syarat Perundingan PKB Inkonstitusional

Mahkamah meminta pembentuk undang-undang untuk segera berinisiatif melakukan legislative review.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
Norma syarat perundingan PKB Inkonstitusional, Foto: Sgp
Norma syarat perundingan PKB Inkonstitusional, Foto: Sgp

Ketentuan Pasal 120 ayat (1) dan (2) UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 (inkonstitusional). “Menyatakan Pasal 120 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tak memiliki kekuatan mengikat,” kata Ketua Majelis MK, Moh Mahfud MD saat membacakan amar putusan di ruang sidang Gedung MK, Rabu (10/11) malam.

 

Sementara untuk Pasal 120 ayat (3) UU Ketenagakerjaan dianggap konstitusional bersyarat (conditionally constitutional) sepanjang frasa, “Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) tidak terpenuhi, maka…” dinyatakan dihapus. Karenanya, Pasal 120 ayat (3) hanya berbunyi “Para serikat pekerja/serikat buruh membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing serikat pekerja”.

  

Hal ini dimaknai jika dalam suatu perusahaan terdapat lebih dari satu Serikat Pekerja (SP) yang berhak mewakili perundingan dengan pengusaha adalah (dibatasi) maksimal tiga SP atau gabungan SP yang jumlah anggotanya minimal 10 persen dari seluruh pekerja/buruh di perusahaan.  

 

“Sementara Pasal 121 UU Ketenagakerjaan tidak bertentangan dengan UUD 1945,” kata Mahfud. 

              

Untuk diketahui, Serikat Pekerja Bank Central Asia (SP BCA) Bersatu menguji Pasal 120 ayat (1), (2), (3), dan Pasal 121 UU Ketenagakerjaan lantaran tak diikusertakan dalam penyusunan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) BCA periode 2008-2010. Sebab, Pasal 120 ayat (1) mengatur syarat jumlah anggota SP harus lebih dari 50 persen dari seluruh karyawan jika dalam suatu perusahaan terdapat lebih dari satu SP.

 

Dalam Pasal 120 ayat (2) dinyatakan jika ketentuan itu tak terpenuhi, serikat pekerja dapat melakukan koalisi sehingga tercapai jumlah lebih dari 50 persen untuk mewakili perundingan dengan pengusaha. Namun, Pasal 120 ayat (3) menyatakan  jika ketentuan pada ayat (1) dan (2) tidak terpenuhi para serikat pekerja membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing serikat pekerja.  

    

Di BCA sendiri setidaknya ada enam SP, sementara yang memenuhi syarat hanya SP Niaga Bank BCA, sehingga berhak menyusun PKB dengan pengusaha. Merasa hak konstitusional dirugikan, SP BCA Bersatu menguji Pasal 120 dan Pasal 121 UU Ketenagakerjaan terkait keanggotaan SP dibuktikan dengan kartu tanda anggota. Sebab, pasal-pasal itu dinilai membatasi dan menghambat hak pemohon.              

 

Karenanya, SP Bersatu meminta agar MK membatalkan ketentuan itu karena dinilai bertentangan dengan jaminan kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat serta jaminan untuk tidak diperlakukan diskriminatif seperti yang diatur dalam Pasal 28, Pasal 28 D ayat (1), Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945.       

 

Mahkamah menilai alasan konstitusional dan Pasal UUD 1945 yang menjadi batu uji permohonan berbeda dengan permohonan No 12/PUU-I/2003. Karenanya, berdasarkan Pasal 42 ayat (2) PMK No 06 Tahun 2005, Mahkamah dapat menguji kembali ketentuan Pasal 120 (1) dan Pasal 121 UU Ketenagakerjaan.

 

Terkait pokok permohonan, Mahkamah berpendapat Pasal 120 ayat (1) dam (2) menimbulkan tiga persoalan konstitusional. Pertama, menghilangkan hak konstitusional SP untuk memperjuangkan haknya secara kolektif yang tidak bergabung dengan SP mayoritas. Kedua, menimbulkan perlakuan hukum yang tidak adil, dalam arti tidak proporsional dengan SP yang diakui eksistensinya. Ketiga, menghilangkan hak pekerja yang tak bergabung SP mayoritas.   

 

Menurutnya, agar memenuhi prinsip keadilan dan keterwakilan secara proporsional selain perwakilan SP yang anggotanya lebih 50 persen, harus ada perwakilan dari SP lainnya yang dipilih secara proporsional. Karenanya, Pasal 120 ayat (1) yang mensyaratkan hanya SP yang memiliki anggota lebih dari 50 persen yang berhak merundingkan PKB merupakan ketentuan yang tak adil dan meniadakan hak mengeluarkan pendapat anggota SP minoritas.

 

“Misalnya SP yang anggotanya 50,1 persen akan meniadakan hak musyawarah dari 49,9 persen anggota SP lainnya, ini sangat tidak adil. Karenanya, Pasal 120 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan melanggar hak konstitusional pemohon,” kata hakim konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi.

 

Mahkamah mengacu pada Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 dalam konteks negative legislature. Karena itu, adanya putusan ini, pembentuk undang-undang diminta untuk segera berinisiatif melakukan legislative review. Sebab, ketentuan yang dibuat MK hanya berlaku sampai adanya perubahan undang-undang ini yang memuat ketentuan yang lebih proporsional.

Tags: