Kelalaian Tenaga Kesehatan Tak Bisa Dipidana
Berita

Kelalaian Tenaga Kesehatan Tak Bisa Dipidana

Lantaran kondisi pasien sangat lemah, diusulkan segera mengembangkan mekanisme mediasi sebagai restorative justice jika ada kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
Kelalaian Tenaga Kesehatan Tak Bisa Dipidana
Hukumonline

Kelalaian tenaga kesehatan dan dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat/pasien tidak dapat dipidana. Sebab, dalam tiga paket undang-undang di bidang kesehatan tak ada satu pasal pun yang menyebutkan bahwa karena kelalaian seorang tenaga kesehatan termasuk dokter bisa dipidana.             

 

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) Sabir Alwi saat memaparkan makalahnya dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan I Hukum Kesehatan yang diselenggarakan Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) di Universitas Yarsi Jakarta, Sabtu (20/11).     

 

Paket ketiga UU yang dimaksud yaitu UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Di bagian akhir dari ketiga undang-undang itu mengatur berbagai jenis perbuatan dan sanksi pidana bagi siapa saja khususnya tenaga kesehatan dan dokter yang dengan sengaja melakukan tindak pidana di bidang kesehatan.  

 

Bahkan, Pasal 201 UU Kesehatan jo Pasal 63 UU Rumah Sakit mengatur selain dipidana dan denda bagi pengurusnya, korporasi dapat dikenakan denda berupa tiga kali pidana denda untuk orang. Tak berhenti disitu, sanksi pidana tambahan berupa sanksi administratif bagi korporasi dapat dikenakan berupa pencabutan izin usaha/badan hukumnya oleh pejabat yang berwenang, meski penetapan pencabutan itu dimungkinkan diajukan ke PTUN.                       

 

Sabir menyadari bahwa sesuai ajaran kesalahan (schuld) dalam hukum pidana terdiri dari unsur kesengajaan (dolus) atau kealpaan/kelalaian (culpa). Seperti dalam Pasal 359, 360 KUHP baik itu dilakukan dengan sengaja atau kelalaian dapat dipidana. Namun dalam ketiga undang-undang itu -yang aturannya bersifat khusus (lex specialis)- semua ketentuan pidananya menyebut harus dengan unsur kesengajaan.   

 

Misalnya, dengan sengaja melakukan aborsi, membuat keterangan dokter palsu, operasional rumah sakit tanpa izin. “Jadi seorang dokter baru bisa dikriminalkan kalau perbuatannya itu sengaja dilakukan,” katanya.                       

 

Ia mengingatkan selama tenaga kesehatan dan dokter bekerja sesuai standar kode etik profesi dan pelayanan kesehatan, serta SOP, maka ia akan mendapat perlindungan hukum dan tidak akan mungkin dapat dikriminalisasi. “Berarti dia dianggap profesional dalam bekerja,” katanya.           

Halaman Selanjutnya:
Tags: