Pemerintah dan INI Bahas Konsep Cyber Notary
Utama

Pemerintah dan INI Bahas Konsep Cyber Notary

Hambatan teknis dan yuridis masih banyak. Kemenkominfo siapkan payung hukum.

Oleh:
Mvt/Mys
Bacaan 2 Menit
Dirjen Aplikasi Telematika Komimfo kembali menghidupkan konsep<br> Cyber Notary. Foto: Ilustrasi (Sgp)
Dirjen Aplikasi Telematika Komimfo kembali menghidupkan konsep<br> Cyber Notary. Foto: Ilustrasi (Sgp)

Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) menghidupkan dan membahas kembali konsep cyber notary di Indonesia. Konsep ini sudah mulai diperkenalkan sejak 1995 silam, namun pembahasannya mandeg.

 

Cyber notary adalah konsep yang memanfaatkan kemajuan teknologi dalam menjalankan tugas-tugas dan kewenangan notaris. Digitalisasi dokumen merupakan tantangan bagi notaris, terutama berkaitan dengan otentikasi dan legalisasi dokumen. Pembahasan konsep cyber notary dilakukan dalam rangka penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Informasi dan Transaksi Elektronik. “RPP ini akan menyangkut sertifikat digital yang dikaitkan dengan peran dari notaris sebagai trusted third party,” kata Lolly Amalia Abdullah, Direktur Sistem Informasi, Perangkat Lunak, dan Konten Ditjen Aplikasi Telematika Kementerian Kominfo.

 

Kominfo, kata Lolly Amalia, akan memfasilitasi infrastruktur dan sistem keamanan pembuatan akta secara elektronik tersebut. “Pembuatan sistem serta uji coba aktivitas kenotariatan yang siap dielektronikkan akan difasilitasi Kemenkominfo,” ujarnya kepada hukumonline usai seminar Cyber Notary dalam Perspektif Hukum dan Teknologi di Jakarta, Jakarta, Rabu (01/12).

 

Lolly mengakui, gagasan cyber notary sebenarnya sudah muncul sejak tahun 1995. Namun, ketiadaan dasar hukum menghambat pengembangan upaya ini. Sebelum keluarnya UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), pembahasan mengenai konsep cyber notary menemui kesulitan. Karena itu, sejak UU ITE disahkan, wacana cyber notary kembali bergulir. “Ya, sebelum ini hambatannya karena ketiadaan landasan hukum,” ujarnya.

 

Anggota Umum Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) Fardian, menyatakan siap menyambut pemberlakuan konsep cyber notary. Ia percaya kalangan notaris sudah melek teknologi. Apalagi mereka yang berurusan dengan pendaftaran perusahaan atau badan hukum sudah terbiasa memanfaatkan kemajuan teknologi.

 

Hambatan

Meski demikian, penerapan konsep cyber notary bukan tanpa hambatan. Profesor hukum perdata Universitas Indonesia, Rosa Agustina, mengingatkan masih ada hambatan dalam Undang-Undang. Undang-undang yang dimaksudnya adalah UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN). Sebab, UU ini mengatakan pembuatan akta harus dilakukan di hadapan notaris dan dibacakan oleh notaris. Selain itu, undang-undang ini juga mewajibkan notaris membacakan akta di hadapan penghadap dan dua saksi sebelum ditandatangani.

 

Pasal 1 angka 7 UUJN merumuskan Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan Undang-Undang ini. Selanjutnya, pasal 16 ayat (1) huruf i merumuskan, ‘Dalam menjalankan jabatannya, notaris berkewajiban membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit d (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris’.

Halaman Selanjutnya:
Tags: