Berprestasi dan Wanprestasi (Bagian Pertama dari Dua Tulisan)
Kolom

Berprestasi dan Wanprestasi (Bagian Pertama dari Dua Tulisan)

Tulisan ini merupakan kelanjutan dari makalah tentang “somasi“ yang telah dimuat dalam hukumonline.

Oleh:
J. Satrio
Bacaan 2 Menit
Berprestasi dan Wanprestasi (Bagian Pertama dari Dua Tulisan)
Hukumonline

Sekalipun penulis belum mendapat respons jelas dari pembaca mengenai diterima tidaknya cara penulisan dalam bentuk semi tanya jawab, dalam tulisan ini masih akan tetap digunakan cara penulisan seperti yang lalu, sampai ada yang menyatakan tidak setuju.

 

Reaksi atas Somasi

Sebagaimana telah dikatakan dalam makalah yang lalu, suatu somasi merupakan suatu teguran atau peringatan agar debitur memenuhi kewajiban prestasi perikatannya dalam waktu yang disebutkan dalam somasi. Atas somasi itu ada kemungkinan, debitur memberikan reaksi atau tidak memberikan reaksi alias cuek saja.

 

Kalau debitur memberikan reaksi atas domasi kreditur, apa akibatnya? Kita tidak bisa menjawab secara umum, kita lihat dulu apa bentuk reaksinya. Kalau debitur memberikan reaksi, maka kemungkinannya adalah, debitur berprestasi dengan baik, atau bisa juga debitur memberikan prestasi, tetapi prestasinya tidak baik. Sebelum melanjutkan membahas permasalahan tersebut, kita perlu menyepakati dulu, bahwa dalam doktrin -- dan juga dalam tulisan ini -- yang namanya berprestasi adalah berprestasi dengan baik, artinya berprestasi sebagaimana seharusnya.

 

Lalu, prestasi yang baik itu yang bagaimana? Ini akan kita tinjau di bawah ini. Praktek pasti membutuhkan suatu patokan untuk bisa menetapkan debitur telah berprestasi, dan kreditur harus menerimanya.

 

Berpegang kepada patokan tersebut di atas, bahwa berprestasi adalah berprestasi dengan baik, yaitu berprestasi sebagaimana seharusnya, maka kalau begitu, memberikan prestasi yang tidak baik tidak bisa disebut sebagai debitur telah berprestasi?

 

Ya, benar sekali. Kalau ada pernyataan, bahwa  debitur telah memberikan prestasinya, maka hal itu berarti debitur telah memenuhi kewajiban pretasinya dengan baik. Jadi, sekedar contoh,  kalau undang-undang ada kalanya berbicara tentang  “berhenti membayar hutang-hutangnya” (1), maka yang dimaksud adalah berhenti membayar dengan baik, berhenti membayar sebagaimana mestinya. Orang tidak bisa mengatakan, karena debitur -- yang mempunyai hutang Rp. 1 milyar -- masih mencicil  Rp 1,00 setiap hari, maka debitur belum berhenti membayar. “Berhenti membayar“ merupakan suatu istilah teknis hukum, yang mempunyai arti yang berbeda dengan arti yang diberikan dalam kehidupan sehari-hari atas kata tersebut. Sekali lagi, kalau debitur mempunyai kewajiban membayar, maka yang dimaksud adalah kewajiban membayar sesuai dengan yang diperjanjikan atau sesuai dengan ketentuan undang-undang (2). Kalau tidak telah disepakati lain, maka janji pembayaran debitur adalah janji untuk membayar dengan tunai, dan karenanya membayar (prestasi) secara angsuran bukan merupakan pembayaran/pemenuhan prestasi.(3)

 

Permasalahan

Permasalahannya, kapan bisa dikatakan, bahwa debitur telah berprestasi?

Ini memang penting sekali, sebab bukankah kalau debitur telah berprestasi – dengan kata lain telah membayar kewajiban perikatannya dengan baik -- maka perikatan yang bersangkutan menjadi hapus.

Tags: