Developer Nakal Layak Digugat
Berita

Developer Nakal Layak Digugat

YLKI menilai UU Perumahan dan Kawasan Pemukiman yang baru saja disahkan tidak akan mampu melindungi konsumen dari pengembang perumahan yang nakal.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Developer perumahan atau apartement nakal layak digugat kerap<br> menipu dan menjebak konsumen. Foto: Ilustrasi (Sgp)
Developer perumahan atau apartement nakal layak digugat kerap<br> menipu dan menjebak konsumen. Foto: Ilustrasi (Sgp)

Konsumen perumahan atau apartemen meradang. Berbagai macam penipuan atau jebakan kerap mereka terima dari para pengembang atau developer ketika ingin membeli rumah atau apartemen. Seorang ibu mengaku telah membayar uang muka dan menyicil selama enam bulan, namun rumah yang diidam-idamkan belum juga dibangun. Uniknya, si pengembang masih bisa bebas berkeliaran.

 

Kasus lain, seorang konsumen diminta membayar tunai untuk mendapatkan apartemen. Namun, faktanya, pengembang belum mendapatkan izin membangun apartemen. Seorang pria keturunan Tionghoa juga menceritakan pengalamannya yang tertipu pengembang. Awalnya, ia membeli rumah dengan fasilitas parkir mobil. Namun, setelah membayar, fasilitas itu ternyata fiktif.

 

Pria ini pun mengaku serba salah. Bila ia berhenti menyicil, maka ia akan kehilangan uang panjar. Bila diteruskan, rumah yang diidamkannya tentu tidak sesuai dengan rencana awal. Para konsumen yang tertipu ini bukan orang yang awam hukum. Salah seorang di antaranya, bahkan berprofesi sebagai notaris.   

 

Curahan hati ini disampaikan oleh sejumlah konsumen yang hadir dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan didukung oleh Pemerintahan Daerah (Pemda) DKI Jakarta. Apalagi, dalam FGD ini, hadir Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) Agus Sumaryoto. 

 

Agus tak menampik bahwa memang faktanya banyak developer yang nakal. Kasus-kasus yang mirip seperti di atas tak sedikit jumlahnya, bahkan diperkirakan mencapai ribuan. Karenanya, ia menaruh harapan besar dengan terbitnya UU Perumahan dan Kawasan Permukiman yang baru saja disahkan oleh DPR dan pemerintah bisa menjawab semua persoalan ini.

 

“Saya sangat yakin, undang-undang ini akan efektif untuk menindak developer nakal,” ujarnya di Jakarta, Kamis (23/12).

 

Agus menjelaskan undang-undang yang baru ini memberikan kewenangan yang besar kepada Pemda untuk mengatur dan mengawasi pembangunan perumahan di daerahnya. Pasal 33 ayat (1) menyebutkan Pemerintah Daerah wajib memberikan kemudahan perizinan bagi badan hukum yang mengajukan rencana pembangunan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah.

 

Namun, meski mendapat kemudahan, para pengembang tak bisa main-main. Pasal 33 ayat (2) menegaskan Pemda juga berwenang mencabut izin pembangunan perumahan terhadap badan hukum yang tidak memenuhi kewajibannya. Menurut Agus, ketentuan ini dapat melindungi masyarakat dari pengembang nakal.

 

Dalam undang-undang ini, juga dikenal sebuah forum pengembangan perumahan dan kawasan permukiman. Forum yang dipimpin oleh pemerintah ini diisi oleh para masyarakat pemangku kepentingan, seperti pengembang dan konsumen. Salah satu fungsinya adalah melakukan mediasi atau arbitrase bila ada sengketa perumahan.

 

Namun, lanjut Agus, bila masih ada juga pengembang yang nakal maka ia menyarankan agar konsumen menempuh jalur hukum. “Gugat saja ke pengadilan,” tuturnya. Ia menyarankan agar para konsumen yang dirugikan di satu lokasi perumahan membentuk sebuah wadah, seperti yayasan, untuk menempuh jalur hukum itu.

 

Menurut Agus, dengan organisasi berbentuk badan hukum, maka perjuangan untuk mengembalikan hak akan lebih mudah dibanding berjuang sendiri-sendiri. Agus bukan asal omong. Ia telah membuktikan sendiri dengan dua kali menggugat pengembang nakal. “Gugatan kami dimenangkan pengadilan. Dan putusannya sudah inkracht,” jelasnya.  

 

Ketua Pengurus Harian YLKI, Sudaryatmo justru pesimistis dengan undang-undang yang baru ini. Menurutnya, undang-undang ini tak menyentuh sumber masalah. “Dalam undang-undang hanya dibicarakan seputar pengawasan dan regulasi, padahal sumber masalah selama ini ada di hukum kontrak,” ujarnya.

 

Ia mengatakan seharusnya Pemerintah dan DPR fokus membenahi kontrak antara pengembang dan konsumen dengan standar baku yang jelas. “Sehingga tak ada lagi pengembang yang bermain-main dengan kontrak yang ‘menipu’,” tuturnya.

 

Sudaryatmo menilai saran agar para konsumen menggugat developer nakal bukan wacana yang baru. “Sejak dahulu itu memang hak konsumen. Itu bukan norma baru,” tuturnya. Sejak awal, ia juga mengaku pesimis dengan undang-undang ini, apalagi para anggota DPR yang membuat undang-undang ini berlatar belakang profesi sebagai pengembang perumahan.

Tags: