Kecanggihan Teknologi Jungkirbalikkan Kerahasiaan Negara
Berita

Kecanggihan Teknologi Jungkirbalikkan Kerahasiaan Negara

RUU Rahasia Negara perlu kedepankan paradigma HAM atas keterbukaan informasi publik.

Oleh:
MR-10
Bacaan 2 Menit
Kecanggihan teknologi jungkirbalikkan kerahasiaan negara, <br>Foto: Ilustrasi (Sgp)
Kecanggihan teknologi jungkirbalikkan kerahasiaan negara, <br>Foto: Ilustrasi (Sgp)

Siapa sangka sistim pengamanan kawat diplomatik negara adikuasa seperti Amerika Serikat bisa kebobolan juga oleh pemuda penggandrung internet. Informasi rahasia, yang sejatinya hanya bisa diakses oleh segelintir orang, secara murah meriah dapat dinikmati warga dunia lewat situs WikiLeaks.

 

Difusi teknologi informasi yang demikian hebat, memunculkan kembali diskursus mengenai rahasia negara. Aktivis HAM Usman Hamid dengan lugas mengatakan bahwa di tengah era keterbukaan informasi seperti sekarang maka rahasia negara menjadi tidak relevan. “Kita bisa melihat kembali fenomena WikiLeaks yang telah membalikkan semua pandangan mengenai apa yang dirahasiakan oleh negara,” tandasnya.

 

Nyatanya, fenomena kebocoran rahasia negara tidak hanya membuat negeri Paman Sam yang kebakaran jenggot, Indonesia pun mengambil ancang-ancang untuk menantang serangan kecanggihan teknologi informasi. Pemerintah langsung memasang jurus pertahanan dengan gagasan RUU Rahasia Negara.

 

RUU Rahasia Negara telah lama mengundang polemik terkait hak warga negara dalam mengakses informasi publik. Secara lugas Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar menuturkan bahwa melihat konteks politik hukum dan HAM hari ini Indonesia sedang membutuhkan kebebasan informasi. “Yang takut dengan kebebasan informasi adalah orang-orang yang terancam. Informasi soal korupsinya, pelanggaran hamnya, takut terbuka ke publik,” ujarnya di Jakarta, Rabu (29/12) kemarin.

 

Haris menuturkan, dalam konteks hak asasi manusia yang seliberal mungkin, tidak boleh ada rahasia. Hal itu berangkat dari paradigma bahwa individu dijamin hak asasi-nya. Dalam konteks hak asasi manusia seterbuka mungkin, negara tidak perlu menyimpan rahasia kecuali menyangkut rahasia individu. Secara konseptual, Haris memandang bahwa sebetulnya bisa diterima pembatasan informai oleh negara. Tetapi yang selalu dikhawatirkan sampai sejauh mana dan kapan dibolehkannya, serta secara lebih luas tidak boleh menjadi bumerang. Haris menegaskan, rahasia negara tidak boleh menjadi lebih besar daripada kebebasan informasi.

 

“Di dalam RUU tentang rahasia negara, harus mengacu kepada pasal yang menjamin soal pembatasan kebebasan informasi yaitu pasal-pasal dalam BAB V UU KIP. Itu sebagai jembatan bahwa RUU rahasia negara itu komplementari dari UU Keterbukaan Informasi Publik. Kedua, RUU rahasia negara hanya regulatif sifatnya, bukan justifikatif. Prinsipnya adalah pembatasan atau perahasiaan dilakukan dalam kepentingan menjamin HAM bukan mengurangi HAM,” kata Haris lagi.

 

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jaleswari Pramodhwardani juga mengatakan bahwa draf RUU Rahasia Negara yang diusung pemerintah masih perlu direvisi dengan paradigma yang mengedepankan hak asasi manusia terhadap keterbukaan informasi publik. Pramodhawardani menuturkan, masih ada permasalahan dalam azas yang dimuat RUU Rahasia Negara.

Halaman Selanjutnya:
Tags: