Putusan MK Tak Bisa Diadili Pengadilan Lain
Utama

Putusan MK Tak Bisa Diadili Pengadilan Lain

MA akan menerbitkan SEMA yang menegaskan berlakunya SEMA No 9 Tahun 1976.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
Ketua MK Mahfud MD tegaskan putusan MK bersifat <br> final dan tak bisa digugat. Foto: Sgp
Ketua MK Mahfud MD tegaskan putusan MK bersifat <br> final dan tak bisa digugat. Foto: Sgp

Mahkamah Agung (MA) mempertegas berlakunya Surat Edaran Agung (SEMA) No 9 Tahun 1976 yang menyatakan putusan pengadilan, termasuk putusan MK, yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht tak boleh diadili pengadilan manapun.

 

“Ini berangkat dari banyaknya ‘kegenitan’ orang memperkarakan putusan MK (pemilukada, red) dari pihak yang kalah dengan mengajukan ke pengadilan,” kata Ketua MK Moh Mahfud MD usai rapat koordinasi dengan pimpinan MA dan Polri di Gedung MK Jakarta, Senin (10/1).

 

Pimpinan MA dihadiri langsung oleh Ketua MA Harifin A Tumpa, sedangkan pimpinan Polri diwakili Kabareskrim Ito Sumardi. Dalam pertemuan tertutup yang turut dihadiri para hakim konstititusi dan Sekjen MK, juga dibahas evaluasi penyelenggaraan Pemilukada 2010 dan rencana pengamanan Pemilukada 2011.   

 

Mahfud membeberkan ada putusan MK diajukan ke pengadilan tata usaha negara (PTUN) di Supiori, Papua. “Hari ini putusan MK diadili di PTUN Supiori, bulan lalu diajukan ke pengadilan perdata dan PTUN di Gresik, dan PTUN Jakarta. Kasihan kan mereka buang-buang waktu saja karena putusannya sudah pasti ditolak,” ungkapnya.

 

Mahfud menegaskan asas peradilan yang berlaku universal menetapkan bahwa putusan pengadilan yang sudah inkracht tak bisa diadili oleh pengadilan lain. “Seperti kasus putusan MK yang diajukan ke Barareskrim Polri yang menuding hakim-hakim MK menggelapkan data, sehingga putusannya dianggap tindakan kriminal, itu pengacara dan kliennya bodoh, ya tidak diproses kan oleh Polri,” tuturnya.     

 

Menurutnya, yang boleh diadili hakimnya jika diduga melakukan pelanggaran pidana. Misalnya, terima suap atau sengaja menghalangi-halangi seseorang menjadi saksi. “Ini hakimnya bisa diadili dan diajukan ke pengadilan atau majelis kode etik, tetapi putusannya tetap sah kalau sudah diketok palu meski secara ekstrim putusan itu salah. Tadi kata Pak Harifin (Ketua MA,red) juga menegaskan seperti itu,” katanya.   

 

Sebagai contoh, Mahfud menyebut Putusan MK atas UU No 22 Tahun 2004 tentang KY yang beberapa pasalnya dibatalkan termasuk pasal terkait pengawasan terhadap hakim konstitusi, juga tidak bisa diganggu gugat lagi. “Meski banyak orang tidak setuju termasuk saya, putusan MK itu tetap sah dan mengikat.”

 

Karena itu, telah disepakati bahwa MA akan mengeluarkan SEMA yang menegaskan berlakunya SEMA No 9 Tahun 1976 itu sebagai asas yang universal. “Tadi juga disepakati akan dibentuk Pokja antara Polri, Kejaksaan Agung, MA, MK untuk mengurai hal-hal yang lebih teknis agar mempercepat kerja-kerja soal pelanggaran pemilukada,” ungkapnya.

 

Terkait hal ini, ia mengapresiasi MA yang telah mengeluarkan SEMA yang menyangkut pelanggaran administratif yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) bisa membatalkan keputusan KPU. Misalnya, seseorang mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau anggota legislatif, tetapi dicoret oleh KPU karena tak memenuhi syarat pencalonan.  

 

“Orang itu boleh menggugat ke PTUN, namun jika MK sudah memutus perkara itu sebelum putusan PTUN itu inkracht maka yang berlaku putusan MK," jelasnya.

 

Namun begitu, Mahfud mengingatkan bahwa MK juga berpedoman pada kasus PTUN-nya seperti putusan Pemilukada Jayapura. "Ada calon ikut pemilukada dinyatakan sebagai peserta tiba-tiba ketika diumumkan tidak ada namanya, gugat ke PTUN tetap ditolak, pas gugat ke MK, MK menyatakan pemilukada harus diulang karena dianggap calon yang sah,” tambahnya lagi.

 

Tags: