Prof Haryo Mataram, Profesor Berdarah Bangsawan
Obituari:

Prof Haryo Mataram, Profesor Berdarah Bangsawan

Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Prof Haryo Mataram wafat di usia 86 tahun.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Prof Haryo Mataram (Sumber: trisakti.ac.id)
Prof Haryo Mataram (Sumber: trisakti.ac.id)

Selasa dini hari, (15/2), kabar duka itu datang. Indonesia lagi-lagi kehilangan putra terbaiknya di bidang hukum, khususnya, di bidang hukum internasional dan hukum humaniter. Guru Besar Hukum Humaniter Universitas Trisakti Prof Haryo Mataram telah berpulang. Pria yang berpangkat Brigjen TNI (Purn) ini meninggal dunia di usia 86 tahun di RSUPAD, Jakarta.

 

Sebagai mantan anggota militer Prof Haryo memang sangat menggemari bidang Hukum Humaniter sebagai salah satu cabang dari Hukum Internasional. Dulu, orang sering menyamakan atau menyebut Hukum Humaniter sebagai Hukum Perang.

 

Namun, kemudian, dalam perkembangannya istilah ini diperhalus menjadi Hukum Humaniter. Meski begitu, isinya tetap mengatur aturan-aturan dalam berperang.  

 

Sederat buku tentang Hukum Humaniter telah ia tulis. Di antaranya, "Bunga Rampai Hukum Humaniter (Hukum Perang)" (Bumi Nusantara Jaya, 1988); "Hukum Humaniter dengan Doktrin Hankamrata" (Universitas Negeri Solo Press, 1990); "Beberapa Perkembangan dalam Hukum Internasional" (UNS Press, 1990); "Hukum Humaniter: Kumpulan Tulisan" (Pusat Studi Hukum Humaniter FH Usakti, 1999). 

 

Itu baru buku-buku karyanya. Belum lagi sejumlah artikel-artikel yang menjadi bahan dalam seminar yang dihadirinya. Salah satunya  adalah, "Prinsip-Prinsip Pembedaan dalam Hukum Humaniter Dewasa ini", yang terdokumentasi di Dan Lev Library. Mayoritas buku dan tulisan-tulisannya menjadi materi dalam mata kuliah Hukum Humaniter hampir di setiap fakultas hukum di negeri ini.

 

Di kalangan para mahasiswa, Prof Haryo cukup disukai. Sutan Nasution, salah seorang bekas mahasiswanya, mengaku sangat menyukai cara Prof Haryo mengajar. Karena jam terbangnya yang tinggi, Prof Haryo tidak hanya mengajar berdasarkan teori-teori belaka melainkan pengalaman-pengalaman dan praktik-praktik yang ada secara internasional. 

 

Padahal, Sutan mengaku awalnya sangat tidak menyukai mata kuliah Hukum Humaniter ini. “Cara mengajarnya enak. Tidak pelit nilai. Saya masih ingat, ketika diajarkan Prof Haryo, saya dapat nilai B,” ujar pria yang bekerja sebagai tenaga ahli Komisi III DPR ini, kepada hukumonline, Sabtu (19/2).  

 

Satu hal yang dikagumi oleh Sutan adalah sikap Prof Haryo yang masih membumi dan mau mengajarkan Mahasiswa S-1. “Walau sudah senior, dia masih mau mengajar kami di tingkat S-1. Dia tak seperti profesor-profesor muda lain yang hanya ingin mengajar Mahasiswa S-2,” kenangnya.

 

Pria yang menjabat sebagai Rektor Pertama Universitas Negeri Solo (UNS) ini memang dikenal sebagai sosok yang rendah hati. Ia adalah seorang putra bangsawan, Putra Raja Keraton Surakarta Pakoe Boewono X. Ia bahkan bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH). Meski begitu, ia dikenal sebagai sosok yang rendah hati, meskipun keturunan raja.

 

Sayangnya, di Indonesia, perkembangan Hukum Humaniter memang belum terlalu pesat. Sehingga, sangat wajar bila para pakar di bidang ini, seperti Prof Haryo, masih kurang dikenal di kalangan sarjana hukum.

 

Rojak –bukan nama sebenarnya- adalah salah satunya. “Siapa tuh Prof. Haryo Mataram?” ujar pria yang bergelar sarjana hukum dengan program kekhususan Hukum Internasional dari salah satu universitas ternama di Indonesia.

 

Bila anda seorang sarjana hukum, dan baru mengetahui keberadaan Prof Haryo justru ketika ia wafat, anda patut berduka dua kali.

 

Selamat jalan profesor.....

 

 

 

Ralat

 

Pada paragraf 9 tertulis:

Pria yang menjabat sebagai Rektor Pertama Universitas Negeri Solo (UNS) ini memang dikenal sebagai sosok yang rendah hati.

 

Yang benar:

Pria yang menjabat sebagai Rektor Pertama Universitas Sebelas Maret (UNS) ini memang dikenal sebagai sosok yang rendah hati.

  

Tags: