Komnas HAM Diminta Tak Sudutkan Polri
Insiden Cikeusik:

Komnas HAM Diminta Tak Sudutkan Polri

Polisi dinilai gamang dalam Kasus Cikeusik dan Kasus Temanggung karena khawatir bila melakukan tindakan tegas akan dianggap melanggar HAM.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Komnas HAM masih sulit koordinasi membuat MoU<br> dengan Kapolri Timur Pradopo. Foto: Sgp
Komnas HAM masih sulit koordinasi membuat MoU<br> dengan Kapolri Timur Pradopo. Foto: Sgp

Sikap penegak hukum di daerah konflik memang kerap serba salah. Bila, tindakan terlalu lunak, mereka akan dikatakan melakukan pembiaran. Namun, bila tindakan agak keras sedikit, penegak hukum tersebut bisa dituding telah melakukan pelanggaran HAM.

 

Terkait hal itu, sejumlah anggota Komisi III DPR meminta agar Komnas HAM tidak melulu menyalahkan aparat penegak hukum, khususnya Polri. Secara khusus, sejumlah anggota Komisi Hukum menunjuk insiden bentrokan sejumlah massa dengan penganut Ahmadiyah, di Cikeusik Pandeglang dan Kasus Temanggung.

 

“Komnas HAM sering menjadi momok bagi TNI dan polisi. Itu juga yang terjadi di Cikeusik dan Temanggung,” ujar Anggota Komisi III dari Partai Demokrat Ruhut Sitompul kala Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komnas HAM di Gedung DPR, Senin (21/2).

 

Ruhut berharap Komnas HAM bisa bekerja sama dan membangkitkan rasa kepercayaan diri para personel TNI dan polisi dalam penanganan kasus-kasus HAM. “Jangan mereka baru mau ancam pelaku, kalian bilang itu pelanggaran HAM,” tuturnya.

 

Anggota Komisi III Yahdil Abdi Harahap juga berpendapat senada. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) menilai ada kegamangan dari pihak kepolisian dalam tragedi Cikeusik. “Ada kemungkinan mereka takut dinilai melanggar HAM bila melakukan tindakan tegas,” tuturnya. Alhasil, pihak Kepolisian –khususnya Kepolisian Daerah Banten- dinilai melakukan pembiaran.

 

Yahdil berharap ada batasan serta koridor yang jelas bagi pihak kepolisian sebagai tindakan yang bukan melanggar HAM. “Atau jangan-jangan SOP (Standar Operasional Prosedur,-red) milik Polri justru melanggar HAM. Ini yang perlu diselesaikan antara Komnas HAM dan Polri,” tambahnya.

 

Lebih lanjut, Yahdil mempertanyakan apakah Komnas HAM pernah memberikan pelatihan atau penambahan pengetahuan tentang HAM kepada para personel Polri. “Agar tuduhan pelanggaran HAM oleh penegak hukum –khususnya Polri- dapat diminimalisir,” ujarnya. Ia juga berharap kelak Komnas HAM dapat melakukan supervisi di lapangan ketika personel Polri menangani sebuah konflik.

 

Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim mengatakan Komnas HAM pernah memiliki memorandum of understanding (MoU) dengan Polri. Namun, MoU itu saat ini sudah tidak lagi berlaku. “Kami ingin membuat MoU yang baru dengan Polri. MoU itu bisa menjadi sandaran bagi polisi-polisi di daerah,” ujarnya.

 

Sayangnya, lanjut Ifdhal, sampai saat ini Komnas masih sulit berkoordinasi membuat MoU ini sejak Kapolri dijabat oleh Timur Pradopo.

 

Sebagai informasi, berdasarkan catatan Komnas HAM, Kepolisian adalah lembaga yang paling sering diadukan karena diduga melakukan pelanggaran HAM. Setelah itu, perusahaan swasta di tempat kedua. Sedangkan, Pemerintah Daerah (Pemda) menempati tempat ketiga sebagai lembaga yang paling sering diadukan melanggar HAM.

 

Komisioner Komnas HAM Yoseph Adi Prasetyo menjelaskan bahwa hubungan lembaganya dengan Polri dan TNI sebenarnya baik-baik saja. Ia menjelaskan beberapa hasil penyelidikan Komnas HAM bahkan kerap ditindaklanjuti oleh lembaga-lembaga itu.

 

Sebagai contoh, ia menyebut kasus pelanggaran HAM di Puncak Jaya Wijaya, Papua, oleh sejumlah oknum TNI. Pihak TNI langsung bereaksi dengan membawa para personelnya itu ke Pengadilan Militer.

 

Stanley, sapaan akrabnya, juga sependapat bila TNI-Polri harus diperkuat dalam menangani sejumlah konflik. Namun, ia meminta agar para personel dua lembaga ini bisa menangani konflik tanpa harus melakukan pelanggaran-pelanggaran HAM. “TNI-Polri harus kuat dan memahami HAM,” tuturnya.

 

 

 

Tags: