Peradilan Anak Akan Terapkan Keadilan Restoratif
Berita

Peradilan Anak Akan Terapkan Keadilan Restoratif

Pemerintah dan DPR sepakat memulai pembahasan RUU Sistem Peradilan Pidana Anak. Judul RUU dinilai bermasalah.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Menkum HAM Patrialis Akbar (tengah), pemerintah bersama<br>DPR siapkan RUU Sistem Peradilan Pidana Anak. Foto: Sgp
Menkum HAM Patrialis Akbar (tengah), pemerintah bersama<br>DPR siapkan RUU Sistem Peradilan Pidana Anak. Foto: Sgp

Indonesia memang telah mempunyai UU No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Namun, undang-undang yang dibentuk satu tahun sebelum reformasi ini sudah dinilai ketinggalan zaman. Undang-undang ini belum memasukkan prinsip-prinsip Konvensi hak-hak anak PBB dan belum sejalan dengan aturan hak asasi manusia (HAM) sebagaimana dijamin oleh UUD 1945 pasca amandemen.

 

Ini salah satu isi penjelasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang dibacakan oleh Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, saat rapat dengan Komisi III DPR, Senin (28/3). Pemerintah memang sudah menyiapkan RUU baru untuk dibahas bersama-sama dengan DPR. Namanya, RUU Sistem Peradilan Pidana Anak.

 

“Penanganan perkara pidana anak harus menggunakan pendekatan keadilan restoratif dan asas diversi. Ini yang akan diatur dalam RUU ini agar memberi jaminan hak asasi bagi anak,” ujar Patrialis di Ruang Rapat Komisi III.

 

Keadilan restoratif adalah konsep pemidanaan yang mengedepankan pemulihan kerugian yang dialami korban dan pelaku, dibanding menjatuhkan hukuman penjara bagi pelaku. “Pelaku atau korban mencari penyelesaian terhadap tindak pidana yang terjadi dengan mengedepankan pemulihan keadaan semula, bukan dengan pembalasan,” ujarnya. 

Begitu pula dengan asas diversi yang mengupayakan tindak pidana oleh anak tidak melulu dibawa ke proses pemidanaan secara formal. Melainkan penyelesaian menggunakan cara-cara di luar pengadilan dengan berpatokan pada asas kekeluargaan. “Jadi, bila anak melakukan tindak pidana, tidak langsung dibawa ke penjara,” ujarnya.

 

Selain itu, lanjut Patrialis, RUU ini juga akan menaikkan usia pertanggungjawaban pidana. Bila UU Pengadilan Anak yang ada sekarang ini mencantumkan usia pertanggungjawaban pidana anak adalah delapan tahun, maka RUU ini akan menaikkannya menjadi 12 tahun. Namun, bagi anak yang berusia 12 tahun yang melakukan tindak pidana belum bisa dibawa ke penjara. Mereka hanya dibimbing di Dinas Kesejahteraan Sosial.

 

“Seorang anak baru benar-benar bisa dikenakan sanksi pidana bila usianya sudah mencapai 14 tahun,” ujarnya lagi mengutip RUU Sistem Peradilan Pidana Anak ini.

 

Seluruh Fraksi di Komisi III setuju dengan konsep awal yang diajukan pemerintah ini. Mereka pun serentak sepakat untuk meneruskan pembahasan RUU ini ke tahap selanjutnya. “Kami siap dunia dan akhirat membahas RUU ini,” ujar Juru Bicara Fraksi PPP Ahmad Yani.

 

Judul RUU Bermasalah?

Semua fraksi memang telah setuju untuk membahas RUU ini bersama dengan pemerintah. Namun, ada yang sedikit mengganjal ketika membaca judul RUU ini. Juru Bicara Fraksi PDIP Eva Sundari mengkritisi judul RUU yang berbunyi “Sistem Peradilan Pidana Anak”.

 

Eva berharap RUU ini tak menggunakan terminologi peradilan. Pasalnya, dalam UUD 1945, hanya dikenal empat lingkungan peradilan dan Mahkamah Konstitusi (MK). Empat lingkungan peradilan itu adalah peradilan umum, peradilan tata usaha negara, peradilan agama dan peradilan militer. Ia khawatir bila menyebut peradilan anak maka ada kesan menambah lingkungan peradilan yang sudah ada.

 

Merespon pernyataan Eva, Patrialis memastikan bahwa peradilan anak ini bukan lingkungan peradilan baru yang ada di Mahkamah Agung (MA). “Peradilan ini ini merupakan bagian dari lingkungan peradilan umum,” tegasnya.

Tags: