Urgensi Pendampingan Saksi oleh Advokat
Kolom

Urgensi Pendampingan Saksi oleh Advokat

Bacaan 2 Menit
Urgensi Pendampingan Saksi oleh Advokat
Hukumonline

Sepintas membaca judul tulisan ini, sebagian dari kita mungkin akan mengernyitkan dahi, sambil berfikir mengapa hal seperti ini sampai perlu ditulis. Bukankah sudah lebih dari seperempat abad aturan Hukum Acara Pidana (KUHAP) diberlakukan? Apakah hal-hal elementer seperti ini masih kurang jelas pengaturannya?

 

Bermula dari beberapa hari yang lalu. Di sebuah artikel yang ditulis oleh salah satu portal berita online, Penulis membaca berita adanya protes dari kalangan Advokat kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kalangan Advokat protes karena mereka tidak diijinkan mendampingi kliennya yang berstatus sebagai saksi, pada saat menjalani proses pemeriksaan atau penyidikan. Bukan berita yang mengandung unsur kebaruan memang, karena dalam banyak forum sudah sering dipertanyakan. Namun oleh karena tak pernah ada jawaban yang jelas, hal tersebut tetap terasa menggelitik.

 

Kalau berita tersebut benar, berarti KPK meniru langkah Kepolisian yang juga melarang seorang Advokat ikut mendampingi kliennya ketika diperiksa sebagai saksi, walaupun terkadang sedikit melunak, Advokat diperbolehkan mendampingi kliennya, namun hanya sebatas mendengarkan jalannya pemeriksaan. Apabila si Advokat banyak berkomentar, maka alamat perintah pengusiran dari ruangan pemeriksaan akan segera diterima.

 

Kepada pihak kepolisian, hal tersebut pernah Penulis tanyakan alasannya. Jawaban yang Penulis terima relatif seragam, yakni karena KUHAP tidak mewajibkan hal tersebut. Penulis juga tak tahu apakah ‘prosedur’ demikian dituangkan dalam bentuk tertulis atau tidak. Selain alasan normatif seperti itu, alasan yang kerap disampaikan juga adalah karena kalau diperkenankan mendampingi, Advokat kerap mengganggu jalannya pemeriksaan.

 

Tak dijelaskan secara lebih rinci memang bagaimana bentuk gangguan tersebut. Apakah yang dimaksud menggangu tersebut adalah si Advokat berupaya memperlambat proses pemeriksaan karena setiap ada pertanyaan dari penyidik, Advokat melancarkan protes. Atau gangguan tersebut diartikan bahwa si Advokat berupaya mempengaruhi kliennya agar memberikan keterangan secara berbelit-belit dan tidak jelas. Atau mungkin si Advokat dirasakan mengganggu sebab ketika proses pemeriksaan dilakukan, si Advokat sibuk bertelepon ria dengan suara membahana sehingga mengganggu ‘khidmatnya’ proses pemeriksaan. Entahlah, tetapi Penulis yakin bahwa ‘gangguan’ tersebut bukan karena penyidik merasa iri kepada si Advokat yang kerap kali berpenampilan modis —berjas, berdasi dan dibayar mahal pula— hanya sekedar untuk duduk-duduk mendengarkan orang bertanya-jawab.

 

Sebelum kita mengelaborasi dan menguji lebih jauh mengenai permasalahan boleh tidaknya saksi didampingi oleh penasehat hukumnya (Advokat) pada saat pemeriksaan (tahapan penyelidikan/penyidikan) beserta seluruh argumentasi penolakan di atas, maka ada baiknya apabila terlebih dahulu kita melakukan sedikit penjabaran ulang, khususnya mengenai konsepsi saksi. Siapakah yang dimaksud dengan saksi menurut hukum acara pidana kita dan dimanakah peranan saksi dalam konteks penegakan hukum pidana. Kita harapkan, dengan mengetahui status keberadaan saksi dalam proses penegakan hukum, maka analisis dan kesimpulan hukum yang akan kita lakukan dan dapatkan nantinya tak terjebak atau jatuh pada sekedar argumentasi kabur yang lahir dari kondisi emosional semata.

 

Tulisan ini diharapkan dapat berperan sebagai pembuka awal diskusi yang produktif mengenai permasalahan ini, sebab walaupun kerap menjadi polemik namun belum pernah didiskusikan secara tuntas.

Tags: