Pembahasan RUU MK Minus Jimly
Jeda

Pembahasan RUU MK Minus Jimly

Untuk urusan pembalakan liar, Jimly justru diundang.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Jimly layak disebut sebagai pelaku<br> sejarah berdirinya MK di negeri ini.<br> Foto: SGP
Jimly layak disebut sebagai pelaku<br> sejarah berdirinya MK di negeri ini.<br> Foto: SGP

Sulit untuk memungkiri bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) di awal kiprahnya sempat identik dengan nama Jimly Asshiddiqie. Selain menjabat Ketua MK selama lima tahun, Jimly juga layak disebut sebagai pelaku sejarah di balik berdirinya MK di negeri ini.

 

Sebagai Anggota Tim Ahli Panitia Adhoc I Badan Pekerja MPR dan Penanggungjawab Panel Ahli Reformasi Konstitusi, Jimly pastinya punya andil meletakkan fondasi pembentukan MK dalam UUD 1945 versi amandemen.

 

Satu bukti lagi betapa besarnya kontribusi Jimly terhadap MK, coba Anda sesekali datang ke lantai dasar Gedung MK. Di situ dipajang dalam bingkai kaca bersama dengan sebuah koper milik Achmad Roestandi (mantan hakim konstitusi), sebuah telepon seluler jenis Nokia Communicator milik Jimly. Communicator itu adalah alat komunikasi dan alamat e-mail pertama MK.

 

Dari cerita-cerita di atas, sepertinya cukup beralasan jika kemudian Jimly merasa kecewa karena tidak dilibatkan dalam pembahasan RUU perubahan atas UU No 24 Tahun 2003 tentang MK. Faktanya, Jimly memang tidak pernah diundang DPR untuk dimintai masukannya hingga akhirnya RUU ini disahkan rapat paripurna, Selasa lalu (21/6).   

 

“Saya menunggu-nunggu di telepon kok tidak ada yang telepon. Masa’ urusan pembalakan liar saya di telepon, diundang kemari (DPR,-red), kok UU MK tidak diundang sama sekali. Saya dengar mereka sudah bikin studi banding. Studi banding kemana?” ujar Jimly, Kamis lalu (16/6), usai menjadi narasumber pembahasan RUU Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar di Komisi IV DPR.

 

Jimly tentu sadar kualifikasinya lebih pas bila diajak membahas RUU MK. “Saya kan lima tahun jadi Ketua MK. Saya yang rumuskan UU MK (UU No 24 Tahun 2003). Saya juga yang rumuskan UUD 1945 mengenai MK. Dan waktu itu buku tentang MK tidak ada di Indonesia kecuali buku saya,” ujarnya.

 

Selain itu, selama memimpin MK, Jimly juga telah menghasilkan 15 buku berkaitan dengan tugas dan kewenangan MK. “Kok mereka tidak telepon saya. Malah telepon urusan pembalakan liar yang sebenarnya sudah saya tolak. Ini bukan bidang saya tapi dipaksa, ya sudah saya datang,” ujarnya.

 

Dimintai klarifikasinya, Ketua Panja RUU MK Dimyati Natakusumah mengatakan Panja telah mengundang banyak pakar selama proses pembahasan RUU ini. Namun, ia mengaku lupa apakah Jimly termasuk pakar yang telah diundang atau tidak. “Nanti, saya cek ke sekretariat,” ujarnya kepada wartawan.

 

Berdasarkan pantauan hukumonline, selama pembahasan RUU MKada seorang ahli yang kerap hadir menyampaikan pendapatnya, yakni Zain Badjeber. Pria yang kerap dipanggil senior” oleh para anggota Panja ini memang salah satu pelaku sejarah amandemen UUD 1945. Zain kebetulan juga sempat menjabat Ketua Baleg.

 

Sindir Mahfud

Tidak dilibatkan dalam pembahasan saja sudah cukup membuat Jimly kecewa, apalagi jika mengetahui bahwa ternyata substansi RUU yang baru disahkan itu banyak yang bermasalah. “Saya dengar banyak ngawurnya. Contohnya larangan ultra petita. Itu keliru,” ujarnya.

 

Sekadar mengingatkan, salah satu yang baru dalam RUU MK ini adalah MK dilarang membuat putusan yang melebihi apa yang diminta oleh pemohon (ultra petita). Soal ini, Jimly menyindir Moh Mahfud MD yang ketika masih berstatus anggota DPR kerap mengkritik putusan ultra petita MK.

 

“Sebelum di MK, setiap hari dia kritik putusan ultra petita. Saya bilang nanti kalau anda masuk jadi hakim MK you akan tahu. Sekarang, (ternyata) dia lebih banyak putusan ultra petita-nya dibanding di era saya,” selorohnya.

 

Tags: