Petani Tolak Aturan Pengendalian Tembakau
Berita

Petani Tolak Aturan Pengendalian Tembakau

Koalisi meminta presiden tidak menandatangani RPP Tembakau karena akan mematikan mata pencaharian petani tembakau, buruh, dan pedagang asongan.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
RUU Tembakau ancam kehidupan petani tembakau, buruh, dan<br> pedagang asongan penjual rokok. Foto: Ilustrasi (SGP)
RUU Tembakau ancam kehidupan petani tembakau, buruh, dan<br> pedagang asongan penjual rokok. Foto: Ilustrasi (SGP)

Mengatasnamakan Koalisi Nasional Penyelamat Kretek, sekitar delapan ribu petani tembakau dari berbagai daerah menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Rabu (13/7). Mereka menolak substansi RPP tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan (RPP Tembakau) dan RUU tentang Pengendalian Dampak Produk Tembakau bagi Kesehatan (RUU Tembakau).

 

Tergabung dalam koalisi terdiri dari 24 organisasi di antaranya Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur, dan NTB. Lalu, Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Manado. Bergabung juga, Serikat Petani Tembakau Sumatera Barat serta Komunitas Kretek Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Jember, Kediri, dan Makassar.

 

Mereka sengaja datang ke Jakarta untuk menyuarakan aspirasinya dengan menggunakan sekitar 80 bus yang diparkir di sekitar silang Monas. Tak heran, aksi demo ini membuat macet di sekitar jalan Medan Merdeka, Jakarta.             

 

Mereka menilai substansi RPP Tembakau dan RUU Tembakau mengancam kehidupan petani tembakau/cengkeh, buruh, dan pedagang asongan penjual rokok. Sebab, banyak sekali bentuk penekanan atau pembatasan bagi petani dan industri rokok.

 

“Kami menilai ada beberapa pasal krusial yang intinya itu banyak sekali pembatasan dari hulu sampai ke hilir menyangkut produk tembakau ini, seperti kewajiban dalam kemasan rokok harus mencantumkan kadar tar dan nikotin, gambar ditambah keterangan mengandung 4.000 zat berbahaya, ini terlalu berlebihan,” kata Humas Koalisi Abisan kepada hukumonline.

 

Abisan mengatakan tidak terlalu mempermasalahkan jika pembatasan dalam RPP dan RUU Tembakau itu sepenuhnya untuk agenda kesehatan. Akan tetapi, akan sangat bermasalah jika perumusan kebijakan itu diintervensi pihak asing. Faktanya, kampanye anti tembakau yang dilakukan selama ini tidak membuat impor tembakau dan rokok menurun, tetapi justru relatif meningkat.  

 

“Ketika kampanye anti tembakau semakin intensif dan ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) diberlakukan di banyak negara, justru sejak 2000 kecenderungan impor tembakau dan rokok di Indonesia semakin meningkat. Bahkan, dua perusahaan rokok terbesar Sampoerna dan Bentoel diakusisi Philip Morris dan American Tobacco. Jadi kita tidak percaya kalau RPP dan RUU Tembakau untuk agenda kesehatan,” katanya.          

 

Karena itu, ia mensinyalir perumusan RPP dan RUU Tembakau itu syarat disusupi agenda kepentingan pihak asing yang tidak ada hubungannya dengan kesehatan yang cenderung mengatur soal agenda impor tembakau. Padahal dalam RPP Tembakau sendiri tidak mengatur pengamanan soal proteksi impor tembakau. Hal ini akan sangat merugikan para petani tembakau secara ekonomi.  

 

“Ini jelas akan menimbulkan efek negatif bagi petani ketika impor tembakau dan rokok meningkat serta banyak perusahaan dikuasai asing, industri tembakau lokal akan terpukul. Kita meminta presiden untuk tidak menandatangani RPP Tembakau yang mematikan mata pencaharian petani tembakau, buruh, dan pedagang asongan, setelah ini kita akan ke DPR untuk menolak RUU-nya,” pintanya.

 

Sementara, salah seorang Tim Advokasi Koalisi, Daru Supriono mengaku telah mengajukan judicial review sejumlah aturan ke Mahkamah Agung (MA) yakni Pergub DKI, Peraturan Bersama Menkes dan Mendagri yang melarang mengkomsumsi tembakau dalam ruang publik. “Kita menggugat aturan itu bukan karena perokok, kita juga setuju merokok dengan cara yang etis,” katanya.

 

Persoalannya, kata Daru, aturan itu justru mengakibatkan hak konstitusional warga negara yang terzalimi. “Benar, kesehatan juga hak konstitusional warga negara yang wajib dilindungi negara. Tetapi, orang yang mengkomsumsi barang legal juga hak konstitusional karena rokok juga barang legal yang dikenakan cukai,” katanya. “Harusnya pemerintah taat asas dong, mereka yang buat aturan, mereka sendiri yang langgar.”

Tags: