Belum Ada Solusi Kemelut Wadah Tunggal
Kolom

Belum Ada Solusi Kemelut Wadah Tunggal

Sudah selayaknya UU Advokat diamandemen, karena memiliki definisi keliru mengenai penegak hukum.

Bacaan 2 Menit
Belum Ada Solusi Kemelut Wadah Tunggal
Hukumonline

Juni lalu Mahkamah Konstitusi RI memutuskan konsep wadah tunggal organisasi advokat adalah Konstitusional dan permohonan uji materiil (materieele toetsingrecht) Undang-Undang Advokat yang diajukan oleh sembilan advokat senior Peradin ditolak dan dinyatakan nebis in idem. Padahal dalam sidang pemeriksaan pendahuluan permohonan uji materiil UU Advokat dinyatakan layak untuk diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi RI.

 

Di sinilah terjadi keraguan Mahkamah Konstitusi RI. Entah apa sebab keraguan ini, apa ada alasan hukum yang berseberangan di antara sembilan hakim konstitusi atau karena ada alasan seperti pengaruh politis atau lainnya. Hanya para hakim itu yang bisa menjawab tetapi paling tidak putusan itu mengecewakan dan tidak memberikan solusi atas perseteruan di dalam tubuh organisasi yang sudah berlangsung ±5 tahun sejak UU Advokat diundangkan dan entah sampai kapan akan diakhiri.

 

Banyak kekeliruan dalam Pembentukan Peradi yang tidak sesuai dengan nafas demokrasi, dimana hak pilih anggota organisasi advokat dikebiri dan diabaikan. Kepengurusan Peradi dibentuk atas dasar kongko-kongko antara delapan pimpinan organisasi advokat dan bukan melalui kongres yang demokratis atas dasar one man one vote, yang ditentukan IBA Standard for the Independence of the Legal Profession, UN Basic Principles on The Role of Lawyer dan Singhvi Declaration.

 

Alhasil putusan Mahkamah Konstitusi RI akan melanggengkan perseteruan dalam tubuh organisasi advokat yang akibatnya akan dirasakan masyarakat, khususnya para advokat dan pencari keadilan. Mafia peradilan (Korupsi Yudisial) akan tetap marak dan organisasi advokat selama ini berdiam diri dan ini akan diteruskan dengan tidak diatasinya perseteruan dalam tubuh organisasi advokat. Putusan tersebut tidak menyelesaikan isu dan kepentingan nasional serta mengabaikan tiga instrumen internasional yang secara lex specialis mengatur mengenai hak-hak berserikat yang dimiliki oleh advokat. Ketentuan yang menyatakan bahwa advokat berstatus sebagai penegak hukum (law enforcement officials) juga merupakan ketentuan keliru, karena profesi advokat adalah profesi khusus yang bebas dan mandiri, dan bukan merupakan bagian dari penegak hukum (law enforcement officials). Hal ini tercantum dalam Commentary (a) dari Pasal 1 United Nations Code of Conduct for Law Enforcement Officials, Adopted by General Assembly Resolution 34/169 of 17 December 1979 yang menyatakan:

 

“( a ) The term "law enforcement officials", includes all officers of the law, whether appointed or elected, who exercise police powers, especially the powers of arrest or detention.”

 

Jelas sekali menurut commentary ini bahwa penegak hukum harus mempunyai police powers,  yaitu the power to arrest and to detain, dan ini yang tidaklah dimiliki oleh advokat sehingga advokat tidak dapat dikategorikan sebagai penegak hukum. Advokat adalah profesi hukum (legal profession) dan bukan penegak hukum sebagaimana dikatakan dalam Mukadimah IBA Standard:

 

“The independence of the legal profession constitutes an essential guarantee for the promotion and protection of human rights and is necessary for effective and adequate access to legal services”

Tags: