Pembangunan Sistem Penegakan Hukum Belum Optimal
Utama

Pembangunan Sistem Penegakan Hukum Belum Optimal

Tunjangan kinerja yang diberikan kepada aparat penegak hukum selama ini tidak efektif.

Oleh:
M Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua Badan Kehormatan DPR Nudirman Munir berpendapat kondisi penegakan hukum di Indonesia berada di titik nadir. Foto: SGP
Wakil Ketua Badan Kehormatan DPR Nudirman Munir berpendapat kondisi penegakan hukum di Indonesia berada di titik nadir. Foto: SGP

Pemerintah dianggap gagal membangun sistem penegakan hukum yang adil, bersih dan berwibawa. Meski berbagai regulasi telah dibenahi dan instrumen penegakan hukum seperti KPK telah bekerja bertahun-tahun, namun persoalan korupsi justru bertambah subur di negeri ini. Hal ini dikatakan Ketua Badan Pengurus Tim Kerja Advokat (TeKAd) Indonesia, Juniver Girsang, di sebuah acara diskusi, Kamis (11/8).

  

Kasus rekening gendut para petinggi Polri, kasus korupsi yang melibatkan Nunun Nurbaeti dalam kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, kasus Nazaruddin, hingga kasus mafia anggaran di DPR menjadi salah satu bukti kegagalan pemerintah dalam membangun sistem penegakan hukum. Menurut Juniver, kasus-kasus tersebut telah meruntuhkan optimisme dan cita-cita reformasi penegakan hukum yang ditasbihkan sejak reformasi digulirkan.

 

“Buah dari sistem penegakan hukum yang rapuh menyebabkan hilangnya kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum, pemerintah maupun DPR,” ujarnya.

 

Juniver mengatakan, adalah hal yang ironis bagi DPR dan pemerintah sebagai pembuat regulasi justru melakukan manuver untuk mengamputasi dan melemahkan lembaga penegak hukum seperti KPK dan berbagai instrumen hukum tentang tindak pidana korupsi melalui kewenangan politik legislasi di DPR. Fakta ini, sangat bertolakbelakang dengan harapan masyarakat yang menginginkan tegaknya keadilan melalui penegakan hukum yang adil.

 

Wakil Ketua Badan Kehormatan DPR Nudirman Munir menambahkan, meski pemerintah telah memberikan berbagai macam remunerasi kepada para penegak hukum, hal itu tidak serta merta meningkatkan kinerja lembaga hukum terkait. “Tunjangan kinerja yang diberikan kepada para penegak hukum, tidak ada efektifnya sama sekali,” tutur Anggota Komisi III DPR ini.

 

Atas dasar itu, politisi Partai Golkar ini berpendapat kondisi penegakan hukum di Indonesia berada di titik nadir. Namun, ia menawarkan tujuh cara untuk mengatasi permasalahan penegakan hukum saat ini. Pertama, perlunya perubahan KUHAP dan KUHP. Menurutnya, kedua regulasi ini banyak mengadopsi hukum zaman kolonial.

 

“Kita adopsi sedemikian rupa keduanya, hingga akhirnya penegak hukum selalu benar tapi masyarakat selalu salah. Meski penegak hukum salah, maka tetap benar,” terangnya.

 

Kedua, penerapan pembuktian terbalik. Menurutnya, pembuktian terbalik harus diterapkan saat ini. Ia mencontohkan, mana mungkin jaksa, polisi, hakim, atau aparat lainnya yang baru kerja tiga tahun sudah memiliki rumah mewah. Hal seperti ini, katanya, harus dibuktikan.

 

Ketiga, terkait keberadaan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Menurutnya LPSK harus tegas dan tidak tebang pilih. Dia menjelaskan, selama ini LPSK hanya melindungi saksi dan korban dari proses penegakan hukum. Ia pun mempertanyakan, bagaimana perlindungan terhadap tersangka, terdakwa, hingga yang terpidana.

 

Keempat, adanya komite pengawas bagi penegak hukum. Menurut Nudirman, hancurnya negara ini adalah akibat dari tidak terawasinya para penegak hukum yang ada. “Hukum hanya berpihak kepada mereka yang memiliki uang atau kekuasaan,” tegasnya.

 

Kelima, adanya lembaga uang jaminan. Keenam, stop malpraktik penegak hukum. Ketujuh, adanya hukuman mati atau pemiskinan terhadap koruptor. “Tanpa tujuh konsep dasar ini, maka pemberantasan mafia hukum tidak akan berjalan dengan semestinya,” tandas lelaki bertubuh gempal ini.

 

Sementara itu, Ketua Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, Denny Kailimang, menuntut praktik mafia anggaran di Badan Anggaran (Banggar) DPR dibongkar. Ia mengatakan, pihaknya mendukung KPK untuk menyelediki kasus-kasus korupsi yang terjadi di badan yang satu ini.

 

Menurut Denny, kasus yang dihadapi Nazaruddin hendaknya menjadi pintu masuk bagi KPK untuk membongkar kasus korupsi di Banggar. Bukan hanya di badan ini saja, tapi kasus lainnya yang lebih besar juga bisa terungkap setelah mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin berhasil dibekuk aparat.

 

“Pernyataan-pernyataan Nazaruddin menguatkan ada penyimpangan di badan anggaran. Saya yakin KPK bisa mencari fakta-faktanya,” ujar Denny.

 

Lebih jauh, Denny tak menyangkal kalau praktik mafia anggaran pada perencanaan di Banggar maupun pelaksanaannya di eksekutif telah terjadi sejak lama. Hal ini, katanya, sudah terbaca dari pernyataan anggota Banggar, Wa Ode Nurhayati, yang menyebut ada dana penyesuaian infrastruktur daerah (DPID) yang hilang. Hal lainnya yang terbaca adalah adanya alokasi anggaran yang ditetapkan pada pertemuan tertentu.

Tags: