Berhemat, Korporasi Mulai Tinggalkan Lawfirm
Utama

Berhemat, Korporasi Mulai Tinggalkan Lawfirm

Berbeda dengan tren di Amerika Serikat, korporasi di Indonesia merekrut pengacara yang sudah berpengalaman.

Oleh:
Kartini Laras Makmur
Bacaan 2 Menit
Fee pengacara semakin mahal, perusahaan memilih untuk merekrut sendiri. Foto: sgp
Fee pengacara semakin mahal, perusahaan memilih untuk merekrut sendiri. Foto: sgp

Krisis finansial yang melanda Amerika Serikat ternyata berdampak juga pada melonjaknya harga jasa pengacara. Kondisi ini pun dikeluhkan oleh korporasi-korporasi yang biasa memakai jasa outsourcing pengacara, khususnya untuk pekerjaan litigasi. Mereka menilai tarif pengacara semakin tidak masuk akal. Apalagi, terkadang pengacara yang ditugaskan level associates yang masih terbilang junior dan kurang terlatih.

 

Makanya kemudian muncul ‘tren’ baru dimana korporasi lebih memilih merekrut pengacara sendiri (in-house), langsung dari fakultas hukum universitas-universitas ternama seperti Harvard. Metode ini dinilai dapat menghemat anggaran cukup banyak ketimbang menggunakan metode jasa outsourcing. Meskipun korporasi tetap harus mengeluarkan anggaran ‘pembinaan’, tetapi setidaknya gaji untuk pengacara internal masih di bawah gaji pengacara di sebuah firma hukum.

 

Perusahaan-perusahaan besar di Negeri Paman Sam telah menikmati ‘keuntungan’ dari metode ini. Sebagaimana dilansir oleh Wall Street Journal, perusahaan sekaliber Hewlett-Packard Co ‘hanya’ mengeluarkan AS$115 ribu per tahun untuk gaji pengacara internal, ditambah AS$15 ribu untuk bonus. Jika dibandingkan dengan yang biasa diterima oleh para pengacara level associates di firma-firma hukum kota New York per tahun, maka Hewlett-Packard Co berhemat sekitar $50 ribu.

 

Sebagai konsekuensi dari metode perekrutan secara in-house ini, perusahaan-perusahaan pun menata kembali sistem kaderisasi dan pengembangan sumber daya manusia pada divisi hukumnya. General Counsel Hewlett-Packard Co Michael Holston mengatakan pihaknya mulai mewawancari mahasiswa tingkat akhir di 13 fakultas hukum untuk ikut bekerja sebagai pengacara internal di perusahaannya.

 

Perusahaan lain Pfizer Inc. bahkan sudah berburu mahasiswa tingkat akhir di Harvard Law School dan Yale Law School untuk diikutsertakan dalam rencana perusahaan mereka. “Kami harus melatih orang-orang muda yang nantinya jadi pengacara perusahaan agar mereka memahami bagaimana merespon keinginan dan kebutuhan klien,” ujar Amy Schulman, General Counsel Pfizer Inc.

 

Tren Indonesia

Tren di Amerika Serikat tentang perekrutan pengacara secara in-house ternyata juga menjalar ke Indonesia. Kepada hukumonline, Presiden Indonesian Corporate Counsel Association (ICCA) Reza P Topobroto mengatakan saat ini semakin banyak perusahaan swasta di Indonesia yang menerapkan metode perekrutan pengacara secara in-house. Ada kecenderungan, lanjutnya, perusahaan swasta ingin memperkuat divisi legal-nya sendiri.

 

“Hal ini bisa dilihat karena dipicu juga oleh perusahaan asing di Indonesia yang sudah menerapkan persis sama seperti di Amerika Serikat,” ujar Reza.

 

Namun, kata Reza, tren ini tidak serta mematikan hubungan simbiosis yang selama ini terjalin antara korporasi dengan firma hukum. Sebab, pada kenyataannya korporasi tetap membutuhkan jasa firma-firma hukum untuk pekerjaan tertentu. Pengacara internal biasanya lebih banyak menangani pekerjaan yang sifatnya umum, sedangkan yang bersifat spesifik serta memakan waktu lama tetap diserahkan kepada firma hukum secara outsourcing.

 

“Penasihat hukum internal perusahaan itu bukan semata-mata memberikan advice tetapi memberikan solusi kreatif agar perusahaan bisa mencapai target bisnisnya tanpa harus melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Karena, in-house counsel itu adalah orang bisnis yang kebetulan mengerti hukum bukan orang hukum yang kebetulan di bidang bisnis,” terang Reza.

 

Sedikit berbeda dengan tren di Amerika Serikat, korporasi di Indonesia tidak merekrut lulusan baru, melainkan justru orang-orang yang memang sudah berpengalaman cukup lama di firma hukum. “Di Indonesia, karena paradigma itu selalu lama dimulainya jadi bagaimana mungkin merekrut orang yang benar-benar fresh graduate kalau tidak ada yang mendidik dan melatih. Sehingga, mereka harus mulai merekrut orang-orang yang sudah berpengalaman,” paparnya lagi.

 

Pada akhirnya, menurut Reza, kekuatan divisi hukum internal perusahaan akan berdampak juga pada perkembangan bisnis perusahaan itu. Tren menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan besar di Indonesia yang profitnya bagus seperti Aqua, Coca Cola, Unilever, Kraft adalah perusahaan yang memiliki divisi hukum internal yang solid.

 

Sumber:

http://online.wsj.com

http://www.abajournal.com

 

Tags: