Jejak Warisan Literatur Hukum
Edisi Lebaran 2011:

Jejak Warisan Literatur Hukum

Tanpa buku, sejarah dan peradaban hukum di Indonesia tidak akan berbekas.

Oleh:
Abdul Razak Asri
Bacaan 2 Menit
Warisan Literatur Hukum. Foto: Sgp
Warisan Literatur Hukum. Foto: Sgp

"Books are the carriers of civilization.

Without books, history is silent, literature dumb, science crippled, thought and speculation at a standstill.

Without books, the development of civilization would have been impossible.

They are engines of change (as the poet said), windows on the world and lighthouses erected in the sea of time.

They are companions, teachers, magicians, bankers of the treasures of the mind.

Books are humanity in print” 

 

Kutipan panjang di atas dilontarkan oleh Barbara W Tuchman, seorang penulis sekaligus sejarawan asal Amerika Serikat. Menurut Perempuan kelahiran New York, 30 Januari 1912 itu, buku adalah pengantar peradaban. Tanpa buku tidak akan ada peradaban di dunia ini. Tanpa buku, sejarah akan bisu, literatur akan tumpul, ilmu pengetahuan akan pincang, dan pemikiran akan stagnan. Menurut Barbara, buku juga adalah mesin perubahan, jendela dunia, dan diibaratkan seperti mercusuar yang menerangi samudera.

 

Barbara kini telah beristirahat dengan tenang di pusaranya. Penulis buku “The Guns of August” ini meninggal 6 Februari, sekira 22 tahun silam. Meski begitu, kutipannya tak lekang oleh waktu karena selalu dijadikan rujukan oleh sejumlah kalangan yang menyadari, dan kemudian terdorong untuk menghargai betapa pentingnya sebuah karya manusia bernama “buku”.

 

Sejarah buku sama tuanya dengan sejarah peradaban manusia. Disarikan dari tulisan Heru Sutadi berjudul “Sejarah Kelahiran Buku dan Perkembangannya di Indonesia” yang terpampang di laman www.indonesiabuku.com, keberadaan buku pertama terlacak pada sekitar tahun 2000 sebelum masehi. Ketika itu, buku berupa tanah liat yang dibakar, mirip dengan proses pembuatan batu bata di masa kini, digunakan oleh penduduk yang mendiami pinggir Sungai Euphrates di Asia Kecil.

 

Dari awalnya tanah liat, bentuk buku kemudian terus berkembang. Penduduk sungai Nil, memanfaatkan batang papirus untuk membuat buku. Lalu, bangsa Romawi menggunakan model gulungan dengan kulit domba yang disebut parchment (perkamen). Di Indonesia sendiri, bentuk buku awalnya berupa lembaran daun lontar. Pada perkembangannya, bentuk buku berubah menjadi lembar-lembar yang disatukan dengan sistem jahit. Model ini disebut codex, yang merupakan cikal bakal lahirnya buku modern seperti sekarang ini.

 

Sejarah digunakannya kertas sebagai bahan pembuatan buku dimulai tahun 105 Masehi. Ketika itu, Ts’ai Lun, seorang Cina di Tiongkok telah menciptakan kertas dari bahan serat yang disebut hennep. Pada tahun 751, pembuatan kertas telah menyebar hingga ke Samarkand, Asia tengah, dimana beberapa pembuat kertas bangsa Cina diambil sebagai tawanan oleh bangsa Arab. Melalui Spanyol, kerajinan pembuatan kertas menyebar ke Eropa. Pabrik kertas pertama di Eropa dibangun di Perancis, tahun 1189, lalu di Fabriano, Italia tahun 1276 dan di Jerman tahun 1391.

 

Penerbitan Indonesia

Sebagai negeri jajahan, banyak bagian dari sejarah Indonesia yang ditentukan oleh sang penjajah. Dalam hal sejarah penerbitan, Belanda yang ‘bermukim’ 3,5 abad di Tanah Air memiliki pengaruh yang cukup besar. Bermula ketika Pemerintah Belanda mendirikan penerbit Buku Bacaan Rakyat yang kemudian diubah namanya menjadi Balai Pustaka. Sekitar tahun 1950-an, penerbit swasta nasional mulai bermunculan. Sebagian besar berada di pulau Jawa dan selebihnya di Sumatera. Pada awalnya, mereka bermotif ingin mengambil alih dominasi para penerbit Belanda yang setelah penyerahan kedaulatan di tahun 1950 masih diizinkan berusaha di Indonesia.

 

Pada tahun 1955, Pemerintah Republik Indonesia mengambil alih dan menasionalisasi semua perusahaan Belanda di Indonesia. Pemerintah kemudian mendirikan Yayasan Lektur yang bertugas mengatur bantuan pemerintah kepada penerbit dan mengendalikan harga buku. Dengan adanya yayasan ini, pertumbuhan dan perkembangan penerbitan nasional dapat meningkat dengan cepat. Salah satu indikatornya adalah melonjaknya jumlah anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) yang awalnya saat didirikan 1950 hanya berjumlah 13 meroket menjadi lebih 600 penerbit.

 

Pada tahun 1965 terjadi perubahan situasi politik di tanah air. Salah satu dampaknya adalah keluarnya kebijakan baru pemerintah dalam bidang politik, ekonomi dan moneter. Sejak akhir tahun 1965, subsidi bagi penerbit dihapus. Akibatnya, karena hanya 25 persen penerbit yang bertahan, situasi perbukuan mengalami kemunduran. Sementara itu, Pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mashuri menetapkan bahwa semua buku pelajaran disediakan oleh pemerintah. Hal lain yang menonjol dalam masalah perbukuan selama Orde Baru adalah penerbitan buku yang harus melalui sensor dan persetujuan Kejaksaan Agung.

 

Mengiringi sejarah penerbitan di Indonesia, buku-buku hukum mulai bermunculan pada dekade 1950-1980. Dunia ilmu hukum relatif kaya literatur. Beberapa buku teks hukum digunakan sejumlah perguruan tinggi hingga kini, dari generasi ke generasi. Ada juga yang menjadi rujukan utama jika membahas isu tertentu. Buku-buku klasik literatur hukum berbahasa Indonesia seolah menguatkan jargon buku adalah jendela dunia tanpa batas.

 

Untuk edisi Lebaran 2011, hukumonline akan membuat rangkaian tulisan “Warisan Literatur Hukum” tentang buku-buku klasik karya orang hukum Indonesia yang masih bertahan dan dipakai banyak kampus hingga kini. Sebagian besar buku klasik itu adalah buku teks yang biasa digunakan mahasiswa fakultas hukum dan para akademisi. Sebagian lagi buku teks yang juga acapkali dipakai para praktisi hukum seperti polisi, jaksa, dan advokat.

 

Tak semua buku benar-benar ‘klasik’ dalam arti yang sesungguhnya. Sebab, ada beberapa buku yang penulisnya masih hidup dan terus memperbarui isinya. Tetapi ada yang sudah jarang, susah dicari, isinya tak diperbarui, dan tak dicetak ulang.

 

Tentu saja, selalu ada buku penting yang terbit sesuai spesifikasi ilmu hukum. Ada buku hukum pidana, hukum acara pidana, perburuhan, perdata, hukum acara perdata, atau perjanjian. Ada pula buku-buku hukum tata negara dengan bahasan khusus, atau peradilan tata usaha negara. Di tempat lain, bisa kita temukan buku-buku yang memuat dan mendokumentasikan proses peradilan perkara tertentu yang menarik perhatian masyarakat zaman dulu.

 

Dengan segala keterbatasan yang ada, tidak semua buku hukum akan ditampilkan. Namun, hukumonline akan berupaya menampilkan secara selektif buku-buku yang memang fenomenal dan tak lekang oleh waktu hingga kini. Beberapa di antaranya “Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia” oleh PAF Lamintang, “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP” oleh Yahya Harahap, “Pokok-Pokok Hukum Perdata” oleh R Subekti, dan lain-lain.

 

Selain buku-buku teks, hukumonline juga akan mengulas buku-buku terkait kelembagaan hukum di Indonesia seperti “The Indonesian Supreme Court, A Study of Institutional Collapse” oleh Sebastian Pompe, “Hukum dan Politik di Indonesia: Kesinambungan dan Perubahan” oleh Daniel S Lev, “Sistem Hukum di Indonesia Sebelum Perang Dunia II” oleh Prof Mr Soepomo, dan sebagainya.

 

Rangkaian tulisan “Warisan Literatur Hukum” ini ditampilkan hukumonline tidak semata ingin membuka memori masa kuliah anda. Lebih dari itu, hukumonline ingin menggugah kepedulian anda terhadap betapa pentingnya warisan literatur hukum. Sulit dipungkiri bahwa pemahaman serta pengetahun hukum yang tertanam di otak anda sekarang ini pastinya berkat kontribusi buku-buku hukum yang mungkin kini tergolek tak terurus di rak-rak buku anda, atau tak lagi tersentuh di perpustakaan-perpustakaan.

 

Maka dari itu, laiknya sebuah tirkah (harta peninggalan, red.), peliharalah dan manfaatkan buku-buku hukum yang anda miliki. Ketika saatnya tiba, wariskanlah ke generasi setelah anda. Dengan begitu, ilmu hukum tak akan lekang oleh waktu, dan kembali mengutip Barbara W Tuchman, buku adalah prasyarat mutlak terciptanya peradaban. Termasuk peradaban hukum.

 

Selamat membaca, selamat libur lebaran.

 

Minal Aidin Wal Faidzin Taqabalallahu minnaa wa minkum……..

Tags: