Hukum Acara Perdata: Modal Dasar Praktisi Hukum
Edisi Lebaran 2011:

Hukum Acara Perdata: Modal Dasar Praktisi Hukum

Dari mulai karangan Profesor R Subekti hingga Komentar HIR karya R Tresna.

Oleh:
Fat
Bacaan 2 Menit
Salah satu buku Hukum Acara Perdata. Foto: SGP
Salah satu buku Hukum Acara Perdata. Foto: SGP

Selain pengalaman, buku adalah guru terbaik bagi seseorang. Terlebih bagi mereka yang ingin memperdalam disiplin ilmu tertentu. Sebut saja ilmu hukum acara perdata. Tak sembarangan orang bisa menulis buku atau kumpulan pokok-pokok Hukum Acara Perdata dengan mudah. Hanya orang-orang yang memiliki keahlian khusus yang bisa menulisnya dan dipahami oleh pembaca.

 

Beragamnya buku mengenai hukum acara perdata membuat si pembaca harus mencari ‘hasrat’ terhadap buku karangan tertentu. Karena dengan cintanya terhadap buku karangan seseorang, bisa jadi dapat menentukan garis hidup sang pembaca. Tumbuhnya rasa cinta terhadap buku tertentu bisa muncul dari pengalaman belajar selama kuliah.

 

Hal itu dirasakan oleh Ketua Komisi Yudisial Eman Suparman. Pria paruh baya ini sudah jatuh hatiterhadap buku Hukum Acara Perdata karya Prof R Subekti. Rasa itu didapatnya setelah memperoleh kesempatan diajar langsung oleh Subekti semasa kuliah di Bandung.

 

Menurut Eman, karya-karya Subekti memiliki alur bahasa yang mudah dimengerti oleh mahasiswa. Terlebih saat mengajar, lanjutnya, Subekti selalu menerangkan hukum acara perdata dari bahasa Belanda dan lalu diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Tak jarang, mata kuliah yang diajarkan Subekti hanya berlangsung dua atau tiga pasal untuk tiap empat sistem kredit semester (sks).

 

“Itu saking telitinya beliau (Subekti) mengajar. Nah itu sebabnya saya menyukai cara-cara beliau menerjemahkan dan akhirnya karena bahasa Belanda saya tidak begitu bagus, makanya buku terjemahan yang saya sukai itu buku Profesor Subekti,” tutur Guru Besar Perdata Universitas Padjajaran, Bandung ini kepada hukumonline.

 

Tak hanya buku Hukum Acara Perdata karangan Subekti yang pernah dibaca Eman. Semasa kuliah, ia juga membaca sejumlah buku berjudul sama karangan Prof Sudikno maupun Retnowulan Sutantio. Sama halnya dengan Subekti, kedua expert di bidang perdata tersebut merupakan dosen Eman semasa kuliah dulu. “Jadi saya sangat beruntung ketika kuliah diajar oleh guru-guru yang betul-betul yang bahasa Belandanya first hand, tangan pertama.

 

Untuk mencari buku-buku Hukum Acara Perdata karangan Subekti, Sudikno ataupun Retnowulan bukanlah hal yang sulit. Menurut Eman, dari ketiga dosennya tersebut hanya Subekti yang sudah meninggal. Alhasil, belum ada cetakan terbaru. Sedangkan untuk Sudikno dan Retnowulan cetakan buku terakhir pun masih mudah dicari.

 

Bahkan, Eman mengatakan, untuk harga bukunya cocok dengan kantong para mahasiwa yang haus akan pengetahuan. “Nggak sulit mas (mencari buku). Lebih-lebih di Bandung itu ada toko-toko buku murah di Palasari itu, di situ selalu ada,” kata Eman yang berasal dari Kuningan, Jawa Barat ini. Saat mengajar di Unpad, tak segan ia menyarankan ke anak didiknya untuk membaca buku karangan Subekti.

 

Sejalan dengan Eman, rasa cinta terhadap karangan Subekti juga dialami Advokat Fauzie Yusuf Hasibuan. Pria asal Sumatera Utara ini sudah jatuh hati terhadap buku Hukum Acara Perdata karangan Subekti sejak berkuliah di Universitas Sumatera Utara (USU).

 

Menurut Fauzie, pendapat Subekti dalam bukunya mewakili pikiran-pikiran mahasiswa yang haus akan pengetahuan. Bukan hanya itu, orang yang membaca buku Subekti akan terkontaminasi berani mengeluarkan pendapatnya juga. “Di samping punya pendapat yang cerdas, dia memiliki prediksi pikiran yang panjang,” katanya melalui sambungan telepon.

 

Semasa Fauzie kuliah, bukan hanya buku karangan Subekti yang dilahapnya. Beberapa buku yang lahir dari Retnowulan, Prof Supomo dan Prof Mariam Darus juga tak luput dari keingintahuannya mencari ilmu.

 

Sayang, lanjut Fauzi, tata bahasa di dalam buku Subekti masih tercampur dengan tata bahasa Belanda. Agar dapat lebih mengerti substansi buku, kadang harus membacanya berulang-ulang. Ia menilai, terkontaminasinya bahasa di dalam buku karena sang pengarang merupakan sosok yang bersekolah di Belanda.

 

Meski begitu, pendapat hukum karangan para legenda perdata ini dapat dengan mudah dimengerti olehnya. “Jadi, tata bahasanya itu sangat terpengaruh dengan penafsiran Belanda ke Indonesia. Sehingga dari segi tata bahasanya juga belum terlalu benar, tapi pendapat-pendapat hukum yang diuraikan itu sudah dapat dimengerti dan dipahami,” ujar Fauzie.

 

Berikut ini beberapa Literatur Hukum Acara Perdata yang bisa dicari para pembaca:

No

Nama Buku

1

Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Acara Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung.

2

K Wantjik Saleh, 1979, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta.

3

Lilik Mulyadi, 1999, Hukum Acara Perdata menurut Teori dan Praktek Peradilan di Indonesia, Jembatan, Jakarta.

4

Izaac.S.Leinisu, Fatimah Ahmad, 1982, Intisari Hukum Acara Perdata, Ghalia Indonesia, Jakarta.

5

Mukti Arto, 1996, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

6

Sudikno Mertokusumo, 2000, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta.

7

Riduan Syahrani, 1988, Hukum Acara Perdatadi Lingkungan Peradilan Umum, Pustaka Kartini, Jakarta.

8

R. Soepomo, 1993, Hukum Acara Perdata, Pradanya Paramita, Jakarta.

9

R. Rubini, 1974 , Pengantar Hukum Acara Perdata, Alumni Bandung.

10

R. Wiryono Prodjodikoro, 1982, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Sumur, Bandung.

11

Retnowulan Sutantio Iskandar Oeripkartowinata, 1972, Hukum Acara Perdata Dalam Praktek dan Teori, Alumni, Bandung.

12

R. Tresna, 1979, Komentar HIR, Pradnya Paramita, Jakarta.

13

R. Subekti, 1969, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta.

--------------, Hukum Acara Perdata, 1977, Bina Cipta, Jakarta.

 

Komentar HIR

Beda profesi, beda selera. Mungkin istilah ini berlaku untuk Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Suwidya. Jika ditanya buku pegangannya selama menjadi hakim untuk kasus-kasus perdata, ia merasa cocok dengan karangan R Tresna. “Komentar HIR (Herziene Indonesisch Reglement) itu banyak, ada yang populer, saya pakai Tresna komentar HIR-nya,” ujarnya kepada hukumonline.

 

Komentar HIR-nya R Tresna memang pilihan Suwidya selama bertugas menjadi hakim. Tapi apabila di persidangan ia menemukan perkara yang cukup sulit, tak segan-segan ia membuka buku yang lain. Seperti Rechtsreglement Buitengewesten (RBG). “Padahal HIR dan RBG itu substansinya sama, tapi sistematikanya beda, karena peraturan hukum yang berlaku di daerah seberang,” ujar Suwidya yang juga menjadi hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta ini.

 

Suwidya mengaku, literatur Hukum Acara Perdata yang pertama kali dibacanya adalah karangan Prof Sudikno. Hal ini dikarenakan Sudikno merupakan dosennya di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Meski begitu, sejumlah karya yang lahir dari nama-nama besar seperti Supomo, R Subekti hingga Lamintang juga dibacanya.

 

Ia mengaku, baru membawa buku-buku karangan Supomo, Sudikno, Subekti hingga Retnowulan apabila dirinya mengajar di pendidikan para calon hakim. Menurutnya, buku-buku tersebut layak digunakan para calon hakim karena substansinya saling melengkapi satu sama lain. Tapi jika ditanya cintanya kemana, Suwidya menjawab, “Coba-coba berbagai macam (literatur) yang ada di perpustakaan pengadilan negeri setempat ternyata cintanya Tresna,” pungkasnya.

Tags: