Anggota DPR Diminta Ubah Nama Lawfirmnya
Utama

Anggota DPR Diminta Ubah Nama Lawfirmnya

Mahkamah Konstitusi diminta memperluas intrepretasi larangan rangkap jabatan di parlemen.

Oleh:
Ali Salmande
Bacaan 2 Menit
MK diharapkan memberi tafsir terhadap aturan larangan rangkap jabatan. Foto: Sgp
MK diharapkan memberi tafsir terhadap aturan larangan rangkap jabatan. Foto: Sgp

Sejumlah aktivis mengajukan judicial review beberapa pasal dalam UU No 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD ke Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satu isi permohonan uji materi ini adalah seputar larangan rangkap jabatan para anggota dewan. Pemohon meminta agar MK memberi tafsir terkait larangan rangkap jabatan dalam undang-undang itu.

 

Judilherry Justam, salah seorang pemohon, mencontohkan banyaknya anggota DPR -terutama anggota Komisi III- yang memiliki latar belakang profesi sebagai pengacara. Para anggota dewan itu mungkin telah menyatakan non aktif dari profesinya sebagai pengacara. Namun, pernyataan ini, belum dirasa cukup oleh pemohon.

 

“Mereka memang menyatakan non aktif. Tapi kantor pengacara yang tetap menggunakan nama mereka masih berjalan. Siapa yang bisa menjamin mereka tidak akan kongkalikong dengan lembaga penegak hukum. Apalagi, lembaga-lembaga itu merupakan mitra kerja Komisi III,” jelasnya di Jakarta, Rabu (14/9).

 

Pasal 208 ayat (2) UU MD3 memang menyebutkan Anggota DPR dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat atau pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas dan wewenang DPR serta hak sebagai anggota DPR. Larangan yang sama juga diberikan kepada Anggota DPD dan DPRD sebagaimana diatur dalam Pasal 227 ayat (2), Pasal 327 ayat (2) dan Pasal 328 ayat (2).

 

Pemohon meminta MK memberi tafsir pasal-pasal ini. Yakni, memperluas larangan, di antaranya rangkap pekerjaan di badan swasta atau mengerjakan pekerjaan selain tugas dan fungsi DPR, DPD dan DPRD. MK juga diminta memberi tafsir apakah lawfirm yang masih menggunakan nama anggota dewan itu bisa dimaksudkan sebagai bentuk conflict of interest.

 

Pemohon menjelaskan tugas Komisi III yang akan menggelar fit and proper test calon hakim agung dan calon pimpinan KPK dalam waktu dekat. “Siapa yang bisa menjamin bila mereka yang berlatar belakang pengacara itu tidak melakukan deal-deal dengan calon hakim agung supaya lebih ramah ketika berhadapan dengan kantor pengacaranya,” ujarnya.

 

Judilherry berharap MK dapat memberikan tafsir yang dapat menghambat potensi konflik kepentingan ini. “MK harus memberikan intrepretasi agar potensi itu bisa diminimalisir,” ujarnya.

 

Berdasarkan catatan hukumonline, sejumlah anggota Komisi III memang berlatar belakang profesi sebagai pengacara. Mereka antara lain Ahmad Yani (PPP), Nudirman Munir (Partai Golkar), Trimedya Panjaitan (PDI Perjuangan), dan Ruhut Sitompul (Partai Demokrat).

 

Anggota Komisi III Dimyati Natakusumah menilai terlalu berlebihan bila pemohon mengharapkan anggota dewan harus mengubah nama lawfirm milik mereka. Ia menjelaskan nama kantor pengacara biasanya menggunakan nama ‘and partner’. Artinya, tidak menunjuk satu nama tertentu. “Selama ada istilah ‘and partner’, saya kira tak masalah, karena ada nama orang lain,” ujarnya.

 

Beda halnya dengan kantor notaris, yang memang memasang satu nama di kantornya. “Notaris itu kan sendiri, tidak ada ‘and partner’. Jadi, anggota dewan yang memiliki kantor notaris sebaiknya mengubah kantor namanya tersebut,” jelas politis PPP ini.

 

Meski begitu, Dimyati juga menyarankan agar para anggota dewan tak terlibat lagi dalam operasional kantor pengacaranya. Misalnya, dalam struktur kepemimpinan advokat di lawfirm itu, tak ada lagi nama si anggota dewan. Bahkan, jika perlu, bila anggota dewan itu tercatat dalam akta notaris pendirian lawfirm, sebaiknya akta notaris itu juga diubah.

 

Selain menguji pasal-pasal mengenai rangkap jabatan, pemohon juga menguji pasal-pasal yang mengatur komposisi Badan Kehormatan (BK) di DPR. Mereka berharap ada unsur masyarakat di BK DPR. Pasal-pasal yang diuji adalah Pasal 123, Pasal 124 ayat (1), Pasal 234 ayat (1) huruf f, Pasal 245 ayat (1), Pasal 302 ayat (1) huruf f, dan Pasal 353 ayat (1) huruf f.

Tags: