Layanan Bantuan Hukum Dikhawatirkan Birokratis
Berita

Layanan Bantuan Hukum Dikhawatirkan Birokratis

Kebijakan penyelenggaraan bantuan hukum akan disusun dan ditetapkan Menteri Hukum dan HAM.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Ketua YLBHI, Erna Ratnaningsih khawatirkan dampak kewenangan berlebih Menkum HAM dalam penyelenggaraan bantuan hukum. Foto: SGP
Ketua YLBHI, Erna Ratnaningsih khawatirkan dampak kewenangan berlebih Menkum HAM dalam penyelenggaraan bantuan hukum. Foto: SGP

DPR dan Pemerintah sudah menyepakati RUU Bantuan Hukum disahkan menjadi undang-undang. Disahkan dalam Rapat Paripurna DPR 4 Oktober lalu, RUU ini makin melengkapi payung hukum pemberian bantuan hukum di Indonesia setelah sebelumnya ada UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Sesuai aturan, 30 hari ke depan menjadi waktu Presiden untuk menandatangani, untuk kemudian dimasukkan ke dalam Lembaran Negara.

 

Waktu 30 hari belum lewat, kritik terhadap materi muatan RUU sudah muncul. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengkhawatirkan dampak kewenangan berlebih Menteri Hukum dan HAM dalam penyelenggaraan bantuan hukum. Layanan bantuan hukum dikhawatirkan menjadi birokratis. Tanpa menghadirkan unsur independen penyalahgunaan wewenang dalam penyelenggaraan bantuan hukum mungkin saja terjadi. “Akan terjadi penyalahgunaan kewenangan dan birokratisasi dalam pemberian bantuan hukum,” tandas Ketua YLBHI, Erna Ratnaningsih.

 

Dalam laporannya ke pimpinan DPR, Wakil Ketua Badan Legislasi Sunardi Ayub menegaskan penyelenggara bantuan hukum dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Penegasan Ayub memperjelas perdebatan selama proses pembahasan apakah penyelenggara melibatkan lembaga-lembaga yang selama ini mengadvokasi bantuan hukum kepada masyarakat, atau membentuk badan baru. Pembentuk Undang-Undang akhirnya menyepakati lewat forum lobi politik, penyelenggaraan dilakukan oleh pemerintah.

 

Konsekuensinya, pemerintah bertugas menyusun kebijakan penyelenggaraan bantuan hukum. Berdasarkan catatan hukumonline, pemerintah sudah pernah membuat kebijakan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma lewat Peraturan Pemerintah No 83 Tahun 2008. Beleid ini hanya mengatur persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma.

 

Lima tugas Menteri

Berkaitan dengan penyelenggaraan bantuan hukum menurut RUU, setidaknya ada lima tugas yang harus dilakukan Menteri Hukum dan HAM. Menteri bertugas menyusun dan menetapkan kebijakan umum, menyusun dan menetapkan standar bantuan hukum berdasarkan asas-asas pemberian bantuan hukum. Selain itu menyusun rencana anggaran bantuan hukum, dan mengelola anggaran tersebut secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel. Tugas terakhir adalah menyusun dan menyampaikan laporan penyelenggaraan bantuan hukum kepada DPR pada setiap akhir tahun anggaran.

 

Dalam rangka pelaksanaan tugas tersebut, Menteri berwenang mengawasi dan memastikan penyelengaraan dan pemberian bantuan hukum sesuai prinsip, dan melakukan verifikasi dan akreditasi terhadap lembaga pemberi bantuan hukum.

 

Besarnya wewenang Menteri dalam penyelenggaraan bantuan hukum dinilai YLBHI berpotensi menjadi alat pengendali terhadap pemberi bantuan hukum yang kritis terhadap pemerintah. Pemberi bantuan hukum akan menghadapi kesulitan jika perkara yang dibela secara langsung berhadapan dengan instansi pemerintah.

 

Oleh karena itu, YLBHI menuntut ada mekanisme pengawasan atas penyelenggaraan bantuan hukum. Selain itu, Erna Ratnaningsih  berharap peraturan pelaksanaan yang bersifat teknis berpihak kepada masyarakat miskin pencari keadilan. Aksesibilitas penyelenggaraan bantuan hukum juga harus mudah, singkat dan tidak birokratis.

Tags: