KPK Keok di Pengadilan Tipikor Bandung
Utama

KPK Keok di Pengadilan Tipikor Bandung

Majelis menilai pasal di UU Pemberantasan Tipikor tidak jelas.

Oleh:
Leo Wisnu Susapto
Bacaan 2 Menit
Terdakwa korupsi KPK, Walikota Bekasi Mochtar Mohammad (tengah), dinyatakan bebas di Pengadilan Tipikor Jawa Barat di PN Bandung. Foto: SGP
Terdakwa korupsi KPK, Walikota Bekasi Mochtar Mohammad (tengah), dinyatakan bebas di Pengadilan Tipikor Jawa Barat di PN Bandung. Foto: SGP

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung keok ketika berperkara kali pertama di  Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jawa Barat di Pengadilan Negeri Bandung. Terdakwa korupsi KPK, Walikota Bekasi Mochtar Mohammad, dinyatakan bebas oleh majelis hakim yang menangani perkara. Putusan dibacakan hari ini, Selasa (11/10).


Sebelum membacakan analisa yuridis, majelis hakim menyatakan lembaga peradilan adalah salah satu pilar demokrasi yang independen. Serta bebas dari tekanan siapapun termasuk trial by the press. Bahkan, pengadilan bukan pula lembaga penghukum tapi institusi yang memberikan keadilan.

 

Pendapat tersebut disampaikan trio majelis hakim yang dipimpin Azharyadi dengan anggota Hakim Eka Saharta dan Hakim Adhoc Ramlan Comel. Mengingat, sebelumnya media gencar memberitakan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jawa Barat di PN Bandung, memutus bebas Bupati Subang Eep Hidayat dan Wakil Walikota Bogor Ahmad Ru’yat. Media menilai ada keganjilan dari putusan bebas dua terdakwa korupsi tersebut.

 

Kemudian, saat menguraikan pertimbangan pada dakwaan pertama primair, Pasal 2 ayat (1) UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), majelis menyatakan pasal tersebut tidak tepat untuk mendakwa Mochtar. Pasalnya, unsur setiap orang pada pasal itu bersifat umum, sedangkan saat didakwa, kader PDIP ini adalah pegawai negeri yang menjabat Walikota Bekasi. Sehingga majelis berpendapat lebih tepat menggunakan Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor.

 

Namun hakim tidak buru-buru mempertimbangkan dakwaan pertama subsidair. Majelis malah mempertimbangkan unsur lain dalam dakwaan pertama primair tentang perbuatan melawan hukum.

 

Menurut majelis, keterangan ahli, Yusril Ihza Mahendra lebih tepat untuk menganalisa unsur ini. Mantan Menteri Hukum itu di hadapan majelis menyatakan pejabat dibolehkan meminjam dana dari pihak ketiga untuk melaksanakan kegiatannya selama anggaran belum cair. Kemudian dikembalikan saat anggaran cair.

 

Ditambah lagi, pendapat Rekso Nainggolan, akuntan dari salah satu kantor akuntan publik bahwa dari hasil konfirmasi, kegiatan Walikota pada 2009 sebesar Rp1,378 miliar. Memang benar anggaran itu digunakan sebelum APBD Kota Bekasi turun, namun ada pengembalian dari Mochtar sebesar Rp600 juta lebih.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait