Independensi Penyelenggaraan Bantuan Hukum
Kolom

Independensi Penyelenggaraan Bantuan Hukum

Independensi penyelenggara bantuan hukum akan diuji untuk memberikan akses keadilan bagi masyarakat yang tidak mampu.

Bacaan 2 Menit
Independensi Penyelenggaraan Bantuan Hukum
Hukumonline

Undang-undang Bantuan Hukum (UU Bankum) telah disahkan oleh DPR pada tanggal 4 Oktober 2011 yang lalu setelah melewati proses perdebatan yang panjang antara Pemerintah dan DPR terkait dengan kelembagaan. Di satu sisi, DPR mengusulkan sebuah kelembagaan yang independen yang berupa Komisi Nasional Bantuan Hukum (Komnas Bankum), dan di sisi lain ada keinginan Pemerintah untuk tetap melakukan kontrol terhadap pelaksanaan bantuan hukum dengan menempatkan kelembagaan di bawah Kementerian Hukum dan HAM.

 

Pengesahan UU Bankum akan menjadi batu ujian bagi penyelengara bantuan hukum apakah mampu menjaga independensi untuk memberikan akses keadilan bagi masyarakat yang tidak mampu.

 

Independensi vs kepentingan

Terdapat dua alasan dari pemerintah untuk menolak keberadaan Komnas Bankum yang independen dan tidak berada di bawah kontrol Menteri Hukum dan HAM. Pertama, in-efektivitas komisi-komisi negara yang selama ini ada. Kedua, dengan adanya komisi baru maka akan menambah beban anggaran negara. Kedua alasan ini sebenarnya tidak mendasar dan tidak substantif. Banyak lembaga negara yang juga bekerja efektif karena memang keberadaannya sangat dibutuhkan dan memang harus dilembagakan melalui undang-undang. Hal ini dapat dilihat pada contoh KPK, KY, KNKT, Komnas HAM dan lainnya.

 

Jika dilihat relevansi dan urgensinya, bantuan hukum merupakan hak bagi masyarakat miskin dan merupakan kebutuhan sangat mendesak. Jika dilihat dari rentetan  kasus yang melibatkan masyarakat miskin sebagai korbannya atau sebagai pelakunya di media massa seperti kasus nenek Minah, dapat dengan kasat mata si miskin akan mendapatkan hukuman yang sangat tidak adil karena tidak mampu membayar pengacara.

 

Sedangkan alasan akan menambah beban negara akan terjawab dengan fakta bahwa anggaran pembiayaan bantuan  hukum selama ini telah ada dan tersebar di berbagai departemen dan lembaga yang justru penggunaannya bukan untuk kepentingan masyarakat miskin yang memang sangat membutuhkannya, akan tetapi disediakan untuk pejabat yang tersangkut masalah hukum seperti masalah korupsi. Sehingga dengan adanya kelembagaan yang independen, yang transparan dan akuntabel dapat memaksimalkan anggaran bantuan hukum untuk masyarakat yang lebih membutuhkan.   

 

Tarik-menarik antara kedua kepentingan kemudian melahirkan kompromi politik dimana DPR yang mengusulkan Komnas Bankum yang independen akhirnya sepakat dengan usulan Pemerintah yakni penyelenggara bantuan hukum di bawah Pemerintah dalam hal ini Kementrian Hukum dan HAM.

 

Potensi Penyalahgunaan wewenang

Kewenangan Menteri Hukum dan HAM di dalam penyelenggaraan bantuan hukum sangat besar yang meliputi  menyusun dan menetapkan kebijakan penyelenggaraan bantuan hukum, menyusun dan menetapkan  standar Bantuan Hukum, menyusun dan mengelola anggaran, melaporkan penyelenggaraan bantuan hukum kepada DPR serta melakukan verifikasi dan akreditasi. Kewenangan tersebut akan melahirkan abuse of power karena antara pengambil kebijakan, pelaksanaan dan pemberian anggaran berada di satu tangan. Kewenangan menyusun dan menetapkan kebijakan penyelenggaraan bantuan hukum beserta anggarannya dapat menyebabkan intervensi dan ketidakindependensian dalam pelaksanaan pemberian bantuan hukum.

Tags: