Kebijakan Pengetatan Remisi Tak Langgar UU
Berita

Kebijakan Pengetatan Remisi Tak Langgar UU

Kebijakan pengetatan remisi atau pembebasan bersyarat harus diimbangi pengetatan pengawasan tim penilai pemasyarakatan.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
Ketua MK Moh Mahfud MD termasuk kalangan yang pro terhadap kebijakan Moratorium. Foto: SGP
Ketua MK Moh Mahfud MD termasuk kalangan yang pro terhadap kebijakan Moratorium. Foto: SGP

Pro kontra kebijakan moratorium (penangguhan sementara) dengan cara memperketat pemberian remisi (pengurangan hukuman) dan pembebasan bersyarat kepada terpidana korupsi atau teroris masih berlangsung. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh Mahfud MD termasuk kalangan yang pro terhadap kebijakan tersebut.

 

“Teroboson kebijakan Wakil Menkumham Denny Indrayana patut diapresiasi. Saya sangat setuju itu dalam arti pengetatan syarat demi rasa keadilan masyarakat, persoalan aturannya memang bisa diperdebatkan,” kata Mahfud kepada wartawan di ruang kerjanya, Jum’at (3/11).

 

Menurutnya, hukum itu harus dimaknai sebagai aturan yang juga dapat memberi rasa keadilan masyarakat. Seperti kemarin Ketua PB NU menyatakan remisi dan pembebasan bersyarat bagi terpidana korupsi dihapus. “Itu kan perasaan keadilan masyarakat agar koruptor jangan dikasih ‘hati’ yang rasa keadilan itu diukur dengan kebijakan itu,” kata Mahfud.

 

Kebijakan yang dimaksud Mahfud yaitu PP No 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Spesifik, Mahfud mengutip Pasal 43 ayat (5) PP No. 28 menyebutkan salah satu syarat pemberian remisi, asimilasi, pembebasan bersyarat bagi terpidana korupsi, teroris harus mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat. 

 

“Rasa keadilan itu memungkinkan menjadi syarat pemberian remisi dan pembebasan bersyarat itu, jadi kebijakan moratorium remisi dan pembebasan bersyarat tidak melanggar hukum, hukum apa yang dilanggar?”  

 

Ia mengakui remisi, asimilasi, dan pembebasan merupakan hak setiap narapidana yang diatur dalam Pasal 14 UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Namun, hak itu telah didelegasikan lewat Pasal 43 ayat (5) PP No. 28 itu yang juga mensyaratkan rasa keadilan sebagai syarat pemberian remisi. “Meski syarat rasa keadilan ini bisa menimbulkan kesewenang-wenangan yang bisa diperdebatkan secara hukum karena abstrak dan sulit diukur,” katanya.      


Makanya, berangkat dari situ kebijakan moratorium dengan mengetatkan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi terpidana korupsi bisa dilakukan. “Masa transisi untuk menerapkan kebijakan itu boleh-boleh saja,” tegasnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: