Capim Setuju KPK Hanya Tangani Kasus Besar
Berita

Capim Setuju KPK Hanya Tangani Kasus Besar

Ada calon yang akan menghukum koruptor untuk kerja sosial di perkebunan dengan upah yang rendah.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Ke depan KPK hanya tangani dan tuntaskan kasus-kasus besar. Foto: SGP
Ke depan KPK hanya tangani dan tuntaskan kasus-kasus besar. Foto: SGP

Sejumlah calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan visi dan misinya dalam forum diskusi terbuka yang diselenggarakan oleh Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) di DPR, Kamis (17/11). Mayoritas capim setuju ke depan KPK harus lebih selektif menangani kasus-kasus. Mereka berjanji akan lebih fokus menuntaskan kasus-kasus besar. 

 

Abdullah Hehamahua, salah seorang capim, mengatakan seharusnya KPK hanya menangani kasus-kasus besar yang bernilai Rp50 Miliar ke atas. Sedangkan kasus yang nilainya di bawah itu lebih baik diserahkan ke kepolisian dan kejaksaan. “KPK cukup melaksanakan kewenangan supervisinya terhadap kepolisian dan kejaksaan,” ujarnya.

 

Selain itu, Abdullah juga berharap kelak hanya ada tiga jenis vonis yang diberikan kepada terdakwa kasus korupsi. Yakni pidana mati, kerja sosial dan vonis bebas. Ia mengatakan seharusnya tak ada opsi pidana penjara bagi koruptor karena itu justru hanya menghabiskan keuangan negara. “Buat apa kita mengeluarkan duit yang banyak untuk biayai narapidana tindak pidana korupsi di penjara,” tuturnya.

 

Abdullah mengedepankan konsep kerja sosial yang dinilai lebih efektif dari pidana penjara. “Koruptor harus kerja sosial di kota besar dengan baju bertuliskan Saya Koruptor. Setelah itu dia harus kerja di perkebunan kelapa sawit dengan upah rendah yang digunakan untuk membayar hasil korupsi yang ia buat,” jelasnya.

 

Capim yang lain, Abraham Samad juga setuju bila KPK cukup menangani kasus-kasus korupsi yang bernilai besar. “Tak boleh lagi KPK ‘bemain’ di kasus-kasus korupsi yang kecil,” ujarnya. Capim yang berlatar belakang advokat ini menyoroti dari segi anggaran yang telah diterima oleh KPK.

 

“Anggaran besar yang dikeluarkan untuk KPK harus berbanding lurus dengan pengembalian kerugian negara. Selama ini, pengembalian kerugian negara belum seimbang dengan anggaran besar yang dikeluarkan untuk KPK. Makanya KPK harus fokus pada kasus besar saja,” jelasnya.

 

Sebagai catatan, bila merujuk kepada UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), KPK memang tak boleh sembarangan menangani perkara tindak pidana korupsi. KPK hanya boleh menangani perkara korupsi yanng nilai kerugian negaranya minimal Rp1 Miliar sebagaimana diatur Pasal 11 huruf c UU KPK.

Tags: