Pegangan APH yang Punya Perspektif
Resensi

Pegangan APH yang Punya Perspektif

Merupakan referensi lanjutan bagi aparat penegak hukum

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Pegangan Aparat Penegak Hukum yang punya perspektif. Foto: SGP
Pegangan Aparat Penegak Hukum yang punya perspektif. Foto: SGP

Sebagai lembaga negara yang diberi mandat, beragam cara dilakukan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan –lazim disingkat Komnas Perempuan—untuk memberikan pemahaman kepada semua pemangku kepentingan mengenai pentingnya perspektif hak asasi manusia dan gender. Dalam kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga, pemangku kepentingan yang paling prioritas tentu saja aparat penegak hukum.

 

Aparat penegak hukum (APH) adalah otoritas yang secara langsung menangani kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga alias KDRT. Polisi melakukan penyidikan, jaksa melakukan penuntutan, advokat melakukan penuntutan, dan hakim memeriksa dan memutus kasus. Tentu saja, ada pemangku lain yang juga terlibat seperti Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, psikolog, dan aktivis pendamping.

 

Konsep yang terus dikembangkan dan dibahas adalah Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus-Kasus Terhadap Perempuan (SPPT-PKKTP). SPPT pada hakikatnya bersifat komprehensif, berlaku untuk semua jenis tindak pidana. Penambahan perspektif HAM dan gender untuk kasus-kasus perempuan bisa dibilang baru sepuluh tahun terakhir berkembang di Indonesia. Usaha tanpa lelah dilakukan untuk memberikan pemahaman yang sama kepada seluruh pemangku kepentingan. Baik melalui acara-acara resmi maupun diseminasi informasi dalam bentuk lain.

 

Pemahaman yang sama penting mengingat kebijakan mengenai penanganan kasus-kasus KDRT terus berkembang. Bahkan perkembangan di dunia internasional mempengaruhi kebijakan nasional. Kebijakan-kebijakan itu mencerminkan politik hukum. Nah, dalam politik hukum itulah tercermin perspektif. Dalam konteks kasus-kasus KDRT, perspektif hak asasi manusia dan gender itu penting. Sebutlah contoh Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms Discrimination Against Women), yang kemudian diratifikasi menjadi Undang-Undang No. 7 Tahun 1984.

 

Salah satu bentuk umum diseminasi informasi yang diarahkan pada terwujudnya pemahaman bersama adalah buku. Melalui buku, Komnas Perempuan bisa menyampaikan pesan atas setiap perspektif yang diinginkan dalam menangani semua kasus KDRT. Menanamkan perspektif itu penting karena dalam praktik belum tentu semua APH punya pandangan sama melihat kasus KDRT. Mengubah mindset yang sudah tertanam puluhan tahun bukanlah pekerjaan gampang.

 

Salah satu buku terbaru yang diterbitkan Komnas Perempuan adalah Kumpulan Kebijakan Terkait Penanganan Kasus-Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Berperspektif Hak Asasi Manusia dan Gender. Subkomisi Reformasi Hukum dan Kebijakan menggarap buku setebal 612 halaman ini atas bantuan AusAId dan UNFPA.

 

KUMPULAN KEBIJAKAN

TERKAIT PENANGANAN KASUS-KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN GENDER

 

Penyusun: Subkomisi Reformasi Hukum dan Kebijakan Komnas Perempuan

Penerbit: Komnas Perempuan, Jakarta

Tahun terbit: 2011

Halaman: 612 + x

Halaman Selanjutnya:
Tags: