Soetandyo dan Filosofi Totok Darah
Berita

Soetandyo dan Filosofi Totok Darah

Ia menganalogikan perannya sebagai ahli totok darah yang hanya menotok beberapa titik untuk memperlancar aliran darah.

Oleh:
Nov
Bacaan 2 Menit
Prof Soetandyo Wignjosoebroto Guru Besar Emeritus FISIP Universitas Airlangga peraih penganugerahan Yap Thiam Hien 2011. Foto: SGP
Prof Soetandyo Wignjosoebroto Guru Besar Emeritus FISIP Universitas Airlangga peraih penganugerahan Yap Thiam Hien 2011. Foto: SGP

Malam penganugerahan Yap Thiam Hien, Rabu (14/12) boleh jadi menjadi malam yang spesial bagi Prof Soetandyo Wignjosoebroto. Meski bukan berprofesi sebagai aktivis atau pembela Hak Asasi ManusiaGuru Besar Emeritus FISIP Universitas Airlangga ini dirasa pantas untuk dianugerahi Yap Thiam Hien (YTH) Award 2011.

 

Penganugerahan ini diberikan bukan tanpa alasan. Menurut Todung Mulya Lubis yang merupakan Ketua Penyelenggara dan sekaligus Ketua Yayasan YTH, Prof Soetandyo adalah sosok guru yang konsisten mengajarkan makna dan nilai hak asasi manusia (HAM) lewat tulisan, kuliah, percakapan, dan tindakannya.

 

Walau bukan sosok yang bersuara lantang dan menggebu-gebu, lanjut Todung, sosok Soetando selalu mengingatkan kita bahwa hak asasi manusia itu adalah hak kodrat yang dimiliki setiap manusia tanpa membeda-bedakan suku, bangsa, agama, jenis kelamin, dan latar belakang budaya, serta keyakinan, dan politiknya.

 

Prof Soetandyo, masih menurut Todung, yang juga mengajarkan hukum seharusnya berlatar dari realitas sosiologis dan bukan semata hukum yang dilahirkan oleh para politisi. Keberpihakannya pada HAM membuat Prof Soetandyo lebih membela social justice ketimbang legal justice.

 

Soetandyo mengucapkan syukur dan terima kasih telah diberi penghormatan meraih YTH Award 2011. Namun, ia sendiri sebenarnya merasa heran mengapa ia yang terpilih mendapat penghargaan ini. Padahal, ia mengaku bukan sebagai human right defender seperti para penerima YTH Award tahun-tahun sebelumnya. Walau tak mengharapkan penghargaan, Soetandyo tetap mensyukuri diiringi tekad tak akan pernah mundur dari apa yang selama ini telah dikerjakan dengan konsisten.

 

“Mengapa saya? Mengapa bukan tokoh-tokoh lain setara dengan yang telah menerima YTH Award di waktu-waktu yang lalu? Seorang human right defender yang begitu tinggi perjuangannya, bahkan ada yang menjadikan dirinya obor di depan istana untuk membuka mata mereka yang selama ini buta dan telinga yang selama ini tuli,” kata Soetandyo.

 

Kepada pejuang-pejuang semacam ini juga seharusnya penghargaan ini didedikasikan. “Mereka adalah anak-anak muda masa kini yang perlu dipuji sebagai insan-insan yang mempunyai visi lebih tajam dan imajinasi yang lebih jernih tentang manusia masa depan, berikut hak-haknya. Mereka tanpa lelah mengupayakan tegaknya langkah untuk kehidupan masa depan,”lanjut Soetandyo.

Halaman Selanjutnya:
Tags: