‘Berjihad’ Demi Mendapatkan Informasi
Edisi Akhir Tahun 2011:

‘Berjihad’ Demi Mendapatkan Informasi

Muhammad HS mengajukan ratusan sengketa informasi dengan badan publik. Menjadi subjek hukum yang paling banyak mengajukan sengketa ke Komisi Informasi.

Oleh:
Yoz
Bacaan 2 Menit
Muhammad HS menjadi subjek hukum yang paling banyak mengajukan sengketa ke Komisi Informasi. Foto: SGP
Muhammad HS menjadi subjek hukum yang paling banyak mengajukan sengketa ke Komisi Informasi. Foto: SGP

Pada hakikatnya setiap warga negara memiliki hak mendapatkan informasi untuk mengembangkan potensi diri. Hal itu telah diatur dalam Pasal 28 UUD 1945. Tak ayal, jika hak untuk mendapatkan dan mengakses informasi itu terhambat atau sengaja dihambat maka dengan sendirinya potensi yang ada dalam diri warga negara tidak bisa berkembang.

 

Bagi banyak badan publik, nama Muhammad HS mungkin tak asing lagi di telinga. Ketua LSM Sahabat Muslim ini paling sering melayangkan gugatan terkait sengketa informasi publikdibanding anggota masyarakat lainnya di seluruh Indonesia. “Sebagai warga negara tentu kita berhak mendapatkan informasi untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri kita,” katanya.

 

Kehadiran UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) merupakan sebuah rahmat bagi Muhammad HS. Menurutnya, undang-undang ini mengatur mekanisme penyelesaian sengketa informasi publik. Bila ada warga negara atau badan hukum Indonesia yang mengalami kesulitan, hambatan, dan kegagalan karena badan publik dengan sengaja menghambat dan menghalang-halangi hak untuk mendapatkan informasi, mereka bisa menggunakan hak hukum ini.

 

Bukan itu saja. Bagi bapak tiga orang anak ini, UU KIP cukup memberi ruang bagi perlindungan hak publik dibandingkan undang-undang lainnya, seperti UU Pelayanan Publik yang menjadi ranah kewenangan Ombudsman. Jika kedua undang-undang ini dibandingkan, UU KIP lebih luas dan dahsyat. “Artinya, undang-undang ini memberikan mekanisme yang sedemikian rupa sehingga hak publik atas informasi betul-betul dijamin,” ujarnya.

 

Meski Muhammad HS menganggap UU KIP sebuah rahmat, bukan berarti praktik yang terjadi di lapangan selalu seperti yang diharapkan. Komisi Informasi yang digadang-gadang mampu mensukseskan keberhasilan implementasi undang-undang ini, dianggap belum menunjukkan performa, bahkan  diduga ada rekayasa sedemikian rupa. Padahal, katanya, banyak liku-liku dalam pembuatan undang-undang ini.

 

“Kondisi sekarang ini penuh rekayasa sedemikian rupa sehingga komisi informasi menjadi lembaga banci atau lembaga yang tidak profesional,” ketus lelaki kelahiran Tapanuli, Sumatera Utara ini.

 

Ketidakprofesionalan itu bisa dilihat dari komposisi tujuh orang komisioner yang ada di Komisi Informasi Pusat (KIP)Dari jumlah itu tidak ada satu pun komisioner yang berlatarbelakang hukum. Dia mempertanyakan, bagaimana mungkin komisioner yang bertugas menghakimi dan menjatuhkan putusan, tidak memiliki wawasan di bidang hukum yang lengkap. Begitu juga tugas sebagai mediator. Baginya ketujuh komisioner yang ada tidak memiliki kompetensi untuk itu.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait