Rakyat Khawatir Tanah di Yogya ‘Dikuasai’ Keraton
RUU DIY:

Rakyat Khawatir Tanah di Yogya ‘Dikuasai’ Keraton

Komisi II DPR akan mengkaji apakah persoalan tanah yang banyak dikuasai oleh Kesultanan Yogya dan Pakualaman merupakan salah satu keistimewaan yang harus diatur dalam RUU ini atau tidak.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Rakyat khawatir tanah di Yogyadikuasai oleh keraton. Foto: SGP
Rakyat khawatir tanah di Yogyadikuasai oleh keraton. Foto: SGP

Pembahasan RUU Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta membuat sekelompok rakyat di Yogyakarta dan sekitarnya khawatir. Mereka khawatir bila RUU ini kelak menjadi legitimasi Kesultanan Yogyakarta dan Pakualaman untuk menguasai tanah milik rakyat. Alasannya, hanya karena status keistimewaan itu.

Hal ini disampaikan oleh sejumlah aktivis Aliansi Yogyakarta Bersatu Perjuangkan Hak atas Tanah di hadapa para anggota Komisi II DPR yang membahas RUU ini. “Tanah milik rakyat harus dilindungi. Keraton bukan subjek hukum atas tanah,” ujar Koordinator Aliansi, M Ulinnuha di ruang rapat Komisi II, Kamis (19/1).

M Ulinnuha mengatakan saat ini di Yogyakarta dikenal ada tanah yang milik kesultanan. Yakni, kesultanan ‘ground’ dan pakualaman ‘ground’. Ia mengutarakan saat ini pun telah terjadi konflik pertanahan antara Pakualaman dan rakyat di Kulon Progo. “Tanah milik rakyat diklaim kepemilikannya oleh Pakualaman,” jelasnya.

Ia menuturkan Pakualaman mengklaim tanah itu milik mereka karena sejak dahulu daerah tersebut memang wilayah mereka. Namun, rakyat lebih kuat dasar hukumnya karena memiliki sertifikat hak atas tanah tersebut. “Pakualaman hanya klaim, mereka tak punya sertifikat. Rakyat yang mempunyai sertifikat,” jelas Ulinnuha.

“BPN (Badan Pertanahan Nasional) bersikap pasif terhadap konflik ini. Sertifikat warga itu sejak tahun 1980-an. Tanah itu juga sudah mereka garap selama 20 tahun,” ujarnya.  

Konflik berpeluang terjadi di Kulon Progo dengan kehadiran PT Jogja Magasa Iron (JMI) sebagai pemegang izin pertambangan pasir besi di sana. Warga sekitar khawatir bila JMI diberi kewenangan eksplorasi dengan seizin Pakualaman. “Kami khawatir nanti tanah itu dijualbelikan. Apalagi, di PT JMI itu isinya banyak keluarga keraton,” tuturnya.

Selain itu, Aliansi juga menolak sistem suksesi Gubernur dan Wakil Gubernur DIY yang diwacanakan dengan penetapan. Aliansi lebih setuju dengan sistem pemilihan yang demokratis dengan melibatkan rakyat. Sehingga, ke depan, rakyat bisa memilih pemimpinnya sendiri yang sesuai dengan aspirasinya, termasuk dalam hal isu pertanahan ini.

Tags: