Pengetahuan Tradisional Indonesia Rentan Dibajak
Utama

Pengetahuan Tradisional Indonesia Rentan Dibajak

Absennya perlindungan atas pengetahuan tradisional terjadi karena pengaturan HKI berparadigma individualitas

Oleh:
pirhot nababan/HOLE
Bacaan 2 Menit
Batik merupakan salah satu budaya nasional yang harus di lindungi. Foto: panjiploembond
Batik merupakan salah satu budaya nasional yang harus di lindungi. Foto: panjiploembond

Kebudayaan masyarakat Indonesia yang majemuk, berbanding lurus dengan banyaknya pengetahuan tradisional serta ekspresi budaya tradisional. Sayangnya, perlindungan hukum terhadap kedua hal ini masih minim. UU No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, memang mencantumkan folklor -salah satu pengetahuan tradisional- sebagai ciptaan yang dilindungi. Tetapi UU Hak Cipta tidak memberikan pasal-pasal yang lebih spesifik mengenai perlindungannya.

Lebih sulitnya lagi, rezim hak kekayaan intelektual (HKI) di Indonesia tidak memberikan perlindungan untuk pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional lainnya. Misalnya saja, cara pembuatan rumah tradisional, makanan tradisional, ataupun teknologi sederhana lainnya yang dikenal oleh masyarakat di Indonesia.

Permasalahan ini menjadi salah satu poin penting yang disasar oleh FX Suyud Margono, ketika mempertahankan disertasi doktoralnya di Universitas Parahyangan, Bandung, Sabtu (21/1).

“Ketiadaan perlindungan dalam bentuk peraturan ataupun lembaga, membuat pengetahuan tradisional rentan diambil oleh pihak lain. Padahal pengetahuan tradisional memiliki potensi komersial,” terang Suyud, yang disertasi doktornya berjudul “Penerapan Kepemilikan Bersama (Komunal) Terhadap Pengetahuan Tradisional Dalam Sistem Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia”.

Suyud memaklumi absennya perlindungan atas pengetahuan tradisional. Ia menjelaskan, pengaturan HKI berparadigma individualitas, sementara pengetahuan tradisional lebih bersifat kolektif dan kekeluargaan. Contohnya, pengaturan dalam Trade-related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs), yang notabene dibuat oleh negara-negara maju. TRIPs, yang kemudian diadopsi oleh negara-negara anggota WTO, memang tidak memberikan celah untuk kepemilikan komunal.

Meski dianggap bertentangan dengan paradigma HKI yang selama ini diterima, pengetahuan tradisional telah menjadi new emerging issues yang diusung oleh negara-negara berkembang di tingkat internasional, misalnya dalam konteks World Intellectual Property Organization (WIPO).

Eddy Damian, salah satu penguji dalam sidang doktor ini, mempertanyakan penerapan perlindungan dalam rezim HKI untuk pengetahuan tradisional. “Penerapan yuridis yang konkret dalam rezim HKI seperti apa?” tanya Eddy.

Tags: