Mekanisme Pemilihan Ketua MA Rawan Dipolitisasi
Berita

Mekanisme Pemilihan Ketua MA Rawan Dipolitisasi

Figur ketua MA mendatang tidak harus yang terbaik, tetapi most friendly.

Oleh:
ash
Bacaan 2 Menit
Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie (kiri) sarankan mekanisme pemilihan ketua MA dirubah. Foto: SGP
Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie (kiri) sarankan mekanisme pemilihan ketua MA dirubah. Foto: SGP

Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie menyarankan agar mekanisme pemilihan ketua Mahkamah Agung (MA) yang dilakukan diantara para hakim agung sebaiknya diubah. Sebab, mekanisme pemilihan ketua MA yang berlaku saat ini rawan dipolitisasi.  

“Ini dimaksudkan agar ada sistem check and balances, seperti pemilihan Ketua MA di Amerika yang dipilih oleh presiden. Kan independensi hakim hanya dalam menangani perkara,” kata Jimly di gedung Komisi Yudisial (KY), Selasa (31/1).

Ia menjelaskan mekanisme pemilihan ketua MA yang berlaku saat ini berasal dari dan dipilih oleh para hakim agung sebagaimana diatur Pasal 24A UUD 1945. Namun, menurutnya mekanisme pemilihan ketua MA saat ini sudah tidak relevan lagi. Sebab, sistem yang sekarang ini justru akan menciptakan iklim hierarkis atau sistem sentralisasi di tangan satu orang (ketua MA, red).  

“Sistem ini tanpa disadari akan membentuk iklim kerja segala sesuatu tergantung ke atas, sehingga independensi para hakim agung dalam menangani perkara akan terpengaruh ketika sering mengikuti kegiatan protokoler Ketua MA. Seperti meresmikan gedung pengadilan atau melantik pimpinan pengadilan,” kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.       

Karena itu, seharusnya pemilihan ketua dan wakil ketua MA yang akan datang diubah dengan cara mengubah Pasal 24A UUD 1945. “Intinya, mekanisme pemilihan dan pengangkatan ketua dan wakil Ketua MA, jangan mutlak diberikan kepada internal para hakim agung, nanti bagaimana mekanismenya bisa didiskusikan kembali, tidak harus meniru sistem di Amerika,” sarannya.

Misalnya, lanjut Jimly, dalam pemilihan mekanisme pemilihan Ketua MA melibatkan unsur dari lembaga luar yang ikut menentukan proses pemilihan. “KY, misalnya diberi peran atau wewenang untuk mencalonkan Ketua MA, jangan sepenuhnya diserahkan pada mekanisme internal.” 

Ia beralasan mekanisme pemilihan ketua MA yang dilakukan selama ini rawan dipolitisasi. Ia mencontohkan figur Ketua MA selama ini selalu berasal dari lingkungan peradilan umum dan wakilnya dari peradilan agama.

Halaman Selanjutnya:
Tags: