Sesepuh Prihatin Atas 'Sakitnya' Penegakan Hukum
Utama

Sesepuh Prihatin Atas 'Sakitnya' Penegakan Hukum

Pernyataan dan rekomendasi akan diserahkan ke lembaga penegak hukum di Indonesia.

Oleh:
Ali Salmande
Bacaan 2 Menit
Sejumlah tokoh senior hukum yang tergabung dalam Forum Lintas Hukum untuk Perubahan. Foto: Sgp
Sejumlah tokoh senior hukum yang tergabung dalam Forum Lintas Hukum untuk Perubahan. Foto: Sgp

Buruknya kondisi penegakan hukum di Indonesia rupanya membuat gerah para sesepuh dunia hukum. Para sesepuh ini pun menyuarakan keprihatinannya. Semangat mereka masih terlihat, meski sebagian dari para ‘dewa’ dunia hukum Indonesia ini harus berjalan menggunakan tongkat.

Mereka adalah Adi Andojo (mantan Hakim Agung), Benyamin Mangkudilaga (mantan Hakim Agung), Bismar Siregar (mantan Hakim Agung), Chaerul Umam (mantan jaksa), Bambang Widodo Umar (mantan polisi), Frans Hendra Winata (advokat), dan Humphrey Djemat (advokat). Turut mendampingi para senior, hadir pula Jhonson Pandjaitan (advokat) dan Yenti Ganarsih (akademisi Fakultas Hukum Universitas Trisakti).

“Pernyataan keprihatinan atas sakitnya penegakan hukum di Indonesia,” ujar mereka yang tergabung dalam Kelompok Lintas Hukum untuk Perubahan di Jakarta, Selasa (7/2). Acara ini digelar di Rumah Sakit Jakarta sebagai bentuk simbolik sakitnya hukum di Indonesia.

Penegakan hukum dinilai sedang sakit karena tak bisa memberikan keadilan kepada masyarakat. Kesenjangan keadilan yang dirasakan rakyat semakin meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum. Kekerasan dan main hakim sendiri menjadi jalan bagi masyarakat kecil untuk mencapai keadilan, sementara uang dan jabatan digunakan kalangan elit untuk memperdaya supremasi hukum.

“Bandingkan, perlakuan yang diterima tersangka atau terdakwa dalam kasus Sandal Jepit, Kasus Kakao dan lain-lain dengan perlakuan yang diterima Gayus Tambunan, Artalita Suryani atau (mantan) Gubernur Kutai Kertanegara Syaukani. Betapa hukum terasa kompromis pada kalangan berpunya, dan terasa sangat tajam bagi rakyat kecil,” demikian salah satu bunyi pernyataan mereka.

Lebih lanjut, para sesepuh ini menilai buruknya mentalitas aparat berawal dari buruknya sistem rekrutmen di masing-masing lembaga penegakan hukum. Prinsip upeti atau uang pelicin diduga masih menjadi pedoman dalam seleksi pemilihan. Alhasil, kinerja aparat pun menjadi tidak berkualitas.

“Polisi, jaksa dan hakim malas menggali kaidah-kaidah hukum untuk mencapai keadilan, bahkan lembaga pemasyarakat pun tak mau ketinggalan dalam menjajakan fasilitas mewah kepada narapidana yang beruang,” sebut mereka lagi.

Humphrey Djemat bahkan menilai penegakan hukum di Indonesia bukan lagi sakit, melainkan sudah mati. “Penegakan hukum sudah mati, sudah sepatutnya kita berucap Innalillahiwa inna illahi rajiun,” ujarnya sembari berucap bahwa advokat selaku penegak hukum juga harus bertanggung jawab terhadap kondisi ini.

Mereka tak hanya ‘menggerutu’, segelontor rekomendasi pun dilontarkan. Secara umum setidaknya ada tujuh rekomendasi agar negara harus segera turun tangan mengurus masalah ini, ditambah rekomendasi-rekomendasi yang bersifat sektoral untuk lembaga penegak hukum.

Tujuh rekomendasi itu adalah: (1) Kembali pada komitmen bersama bahwa hukum sebagai panglima; (2) Pemerintah menjamin penegakan hukum secara lebih mandiri, terlebih pada kasus korupsi dan kasus yang melibat pejabat negara; (3) Memperbaiki pola rekrutmen calon aparat penegak hukum agar menghasilkan aparat yang profesional dan berintegritas; (4) Mewujudkan aparat penegak hukum yang lebih mengedepankan rasa keadilan masyarakat;

(5) Segera mengsahkan RUU KUHAP dan RUU KUHP yang telah disempurnakan menjadi undang-undang dengan memperhatikan masukan dari para pakar yang kompeten; (6) Mensinkronkan fungsi dan wewenang antara Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksaan, Komisi Yudisial dan lembaga pengawas profesi advokat guna menjamin adanya kerja sama dan koordinasi secara aktif untuk menghilangkan praktek mafia hukum; dan (7) Merevisi dan melakukan harmonisasi aturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penegakan hukum.

Yenti Ganarsih mengatakan pernyataan sikap dan rekomendasi yang akan ditandatangani para sesepuh ini akan diserahkan ke lembaga-lembaga penegak hukum. “Kami akan serahkan pernyataan dan rekomendasi ini ke Polri, Kejagung, KPK, MA dan Komisi III DPR,” pungkasnya. 

Tags: