KPI Usut ‘Penipuan’ dalam Acara Hipnotis di TV
Berita

KPI Usut ‘Penipuan’ dalam Acara Hipnotis di TV

Bisa dijerat pemberitaan bohong.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP

Seorang perempuan muda terlihat seperti sedang tertidur. Meski dengan mata terpejam, si wanita dapat diajak komunikasi dan menjawab pertanyaan pembawa acara.

Kepada si pembawa acara, yang keren disebut ‘host’, si wanita bercerita bahwa dirinya pernah selingkuh dengan pria lain. Uniknya, pengakuan ini diucapkan di hadapan kamera televisi dan pasangannya, ada di sampingnya.

Si perempuan disiarkan sedang berada dalam keadaan tak sadar. Ia dihipnotis oleh host sekaligus artis Uya dalam acara ‘Uya Emang Kuya’. 
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) membeberkan, acara ini cukup banyak dilaporkan oleh masyarakat atau pemirsa televisi.

“Ini banyak diadukan karena diduga rekayasa. Selain itu, ada hal-hal yang kurang pantas, padahal acara ini ditampilkan sore hari untuk remaja,” ujar Komisioner KPI Pusat Nina Mutmainnah dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi I di DPR, Selasa (7/2).


Namun, Nina akui pihaknya belum bisa menelisik apakah acara ini bohong atau tidak. “Kami pernah menantang mereka, coba kami (yang mau dihipnotis,-red),” ujarnya.

Sayangnya, KPI memiliki keterbatasan untuk mengusut apakah ada penipuan atau tidak dalam acara karena KPI tak memiliki penyidik pegawai negeri sipil (PPNS). Meski begitu, Nina menyatakan investigasi tetap akan dilakukan.

Lebih lanjut, Nina menjelaskan sebenarnya bukan acara ‘hipnotis’ ini saja yang dicurigai adanya unsur penipuan, sejumlah acara reality show juga dicurigai melakukan hal yang sama. “Kami juga menerima aduan untuk reality show. Kami terus meneliti apakah ada rekayasa atau tidak,” jelasnya.

Nina mengungkapkan ada pengaduan dari seorang pemilik ular yang dibeli oleh sebuah stasiun televisi. Ternyata, dalam sebuah tayangan, ular itu digunakan untuk sebuah acara dimana seolah-olah ular itu ditangkap oleh masyarakat. “Acara-acara seperti ini yang akan kami pelajari lagi,” ujarnya.

Anggota Komisi I DPR Nurhayati Assegaf menyoroti program reality show ‘Termehek-mehek’ yang masih terus ditayangkan. Padahal, banyak masyarakat yang menilai acara ini penuh dengan rekayasa. “Anak saya bisa menilai bahwa acara itu ada unsur rekayasanya,” ujarnya.

“Jujur, saya sedih sekali karena acara termehek-mehek ini masih bisa tayang dalam beberapa tahun. Anak saya protes kok bisa acara seperti ini masih bisa tayang. Anak saya menilai ibunya tak bisa berbuat apa-apa di Komisi I,” jelas Nurhayati.

Nurhayati berharap KPI harus lebih galak lagi menyikapi acara-acara yang membodohkan masyarakat. “Saya rasa tak perlu menunggu revisi UU Penyiaran. Setiap komisioner KPI harus berpikiran ini sebagai tanggung jawab. Kenapa harus menunggu? Etika orang timur itu tak perlu di undang-undangkan. Ada yang nilai yang lebih tinggi dari undang-undang,” ujarnya.

Dihubungi terpisah, Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mudzakkir bila merujuk ke Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) setidaknya ada dua kemungkinan yang bisa dijerat bila memang ada unsur rekayasa dalam acara-acara itu.

“Kalau acara itu bisa menggerakkan orang untuk menyerahkan atau membeli suatu barang, maka itu bisa dikenakan penipuan,” ujarnya.


Pasal 378 KUHP berbunyi ‘Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun’.

Kemungkinan kedua, lanjut Mudzakkir adalah menggunakan penyiaran berita bohong yang juga diatur dalam KUHP. Untuk konteks penyiaran, Ia menilai ketentuan ini lebih tepat digunakan. “Kalau sinetron itu bohong tak apa-apa, namanya sinetron. Tapi kalau reality show seharusnya tak boleh bohong. Reality itu kan harus kenyataan,” pungkasnya kepada hukumonline.

Tags: