Artidjo: Saya yang Pertama Hukum Mati Koruptor
Berita

Artidjo: Saya yang Pertama Hukum Mati Koruptor

Alangkah malangnya republik ini jika penegak hukum kalah pintar daripada penegak hukum.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Artidjo: Saya yang Pertama Hukum Mati Koruptor
Hukumonline

Kegeraman hakim agung Artidjo Alkostar terhadap para pelaku korupsi mungkin sudah mencapai klimaks. Di depan peserta seminar ‘Tantangan Kondisi Politik, Ekonomi, dan Hukum Bagi Pembangunan yang Inklusif dan Berkesinambungan’ di Jakarta, Rabu (08/2), Ketua Muda Mahkamah Agung Bidang Pidana itu mengumumkan genderang perang terhadap pelaku korupsi yang merusak.

Kualifikasi korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crimes) tak ada gunanya jika dalam praktik penerapannya dikelola secara biasa. Artidjo mengecam pembuat Undang-Undang yang setengah hati memuat aturan pidana mati terhadap pelaku korupsi. Seandainya Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak membuat persyaratan rumit untuk menjatuhkan vonis mati, Artidjo siap menjadi pionir. “Saya yang pertama akan menjatuhkan vonis mati terhadap koruptor,” ujarnya di depan peserta seminar.

Persyaratan rumit yang dimaksud Artidjo adalah penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU No 20 Tahun 2001. Aturan sebelumnya, Pasal 2 ayat (2) UU No 31 Tahun 1999 hanya menyebut “dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan”.

Syarat baru muncul pada 2001, yakni penjelasan pasal 2 ayat (2). Pidana mati baru dapat dijatuhkan jika memenuhi salah satu syarat: dana yag dikorupsi sebenarnya dipakai untuk penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, atau pengulangan tindak pidana korupsi.


Persyaratan itulah yang disebut Artidjo sebagai rumusan setengah hati. Ancaman hukuman hanya berfungsi sebagai pemberatan. Seharusnya, tegas dia, ancaman hukuman mati itu mengkualifikasi korupsi tertentu yang tertuang dalam rangkaian rumusan pasal. Misalnya merugikan keuangan negara Rp500 miliar. “Sehingga jelas parameternya”.
 

Tabel

Kasus Korupsi yang Pernah Ditangani Artidjo di Tingkat Kasasi

No.

Register/Majelis

Terdakwa

Vonis

1.

1056K/Pid.Sus/2008

 

Artidjo Alkostar, H. Mansyur Kartayasa, I Made Tara

Moch. Mucharror (eks Kasub Divre Bulog Jember)

5 tahun penjara+ denda 200 juta subsider 6 bulan + uang pengganti Rp4,7 miliar. Jika uang pengganti tak dibayar satu bulan setelah putusan inkracht, jaksa boleh menyita dan melelang aset terpidana.

 

Catatan: vonis ini mengoreksi putusan PT tentang lamanya pidana (4 tahun) penjara dan besaran uang pengganti (Rp2,9 miliar)

2.

822K/Pid.Sus/2007

Artidjo Alkostar, H. Mansyur Kartayasa, I Made Tara

M. Said Achmad (Pjs Bupatu Sula Maluku Utara)

4 tahun penjara + denda 50 juta subs 2 bulan kurungan.

 

Catatan: Vonis ini koreksi terhadap judex factie. Putusan 1,5 tahun judex factie dianggap tidak sesuai batas minimal penjatuhan hukuman perkara korupsi menurut Undang-Undang.

3.

694K/Pis.Sus/2009

Artidjo Alkostar, R. Imam Haryadi, Abbas Said

Rasim bin Jai (wiraswasta). Kasus beras raskin

Menolak kasasi JPU

Berarti tetap divonis 2 tahun + denda 50 juta + uang pengganti 1 juta.

 

Catatan: putusan judex factie yang menyebut terdakwa hanya terbukti membantu melakukan korupsi, dikoreksi MA. Kualifikasi tindak pidananya adalah melakukan tindak pidana korupsi.

4.

620K/Pid.Sus/2008

Artidjo Alkostar, R Imam Haryadi, Mansyur Kartayasa

H. Kartomo H. Purnomo, wirawasta, pemborong normalisasi kali.

Kasasi JPU tidak dapat diterima (N.O). Jaksa tak dapat membuktikan vonis judex factie pembebasan murni.

5.

605K/Pis.Sus/2009

Artidjo Alkostar, R. Imam Haryadi, HM Zaharuddin Utama

Theodores Charles Brouwe, wiraswasta, direktur perseroan, pengadaan alat medis dan non-medis di rumah sakit

5 tahun penjara + denda Rp250 juta subs 6 bulan + uang pengganti Rp1,23 miliar. Jaksa boleh menyita dan melelang aset terpidana satu bulan setelah putusan inkracht jika terpidana tak bayar uang pengganti.

 

Catatan: vonis ini membatalkan putusan bebas di PN Tenggarong. MA mengabulkan kasasi JPU.


Artidjo termasuk hakim agung yang sering menjatuhkan pidana ‘berat’ kepada terdakwa perkara korupsi. Ia berpendapat pelaku tindak pidana korupsi harus bisa terjaring secara yuridis dan psikologis.  Dalam satu kasus Artidjo sebagai ketua majelis memperbaiki putusan judex factie karena vonis yang dijatuhkan tidak sesuai dengan pidana minimal yang diatur Undang-Undang.

Dalam kasus lain, putusan bebas judex factie dibatalkan dan menghukum terdakwa dengan vonis berat. Dalam putusan-putusan perkara korupsi, dimana Artidjo bertindak sebagai ketua majelis, jaksa acapkali diberi wewenang menyita dan melelang aset jika terpidana tak membayar uang pengganti paling lambat satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.


Putusan-putusan pada tabel tersebut masih mungkin berubah jika para pihak mengajukan peninjauan kembali. Tetapi daftar itu sedikit banyak menunjukkan pandangan Artidjo tentang perkara korupsi. Menurut alumnus UII Yogyakarta ini, korupsi yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi akan membuat rentan masyarakat untuk memperoleh akses terhadap keadilan.

Bagi Artidjo, komitmen politik dalam pemberantasan korupsi sangat penting. Jika komitmen tidak ada dan contoh keteladanan kurang, harap Artidjo, pemangku kepentingan harus tetap berkomitmen menjaga martabat bangsa. “Alangkah malangnya republik ini, jika penegak hukumnya kalah pintar dari koruptor”.

Tags: