MK Kabulkan “Gugatan” Lima Bupati Kalteng
Berita

MK Kabulkan “Gugatan” Lima Bupati Kalteng

Konsekwensi dari putusan ini semua tahapan dalam pasal 15 UU Kehutanan wajib dipenuhi untuk menetapkan kawasan hutan.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
MK Kabulkan Gugatan Lima Bupati Kalimantan Tengah. Foto: SGP
MK Kabulkan Gugatan Lima Bupati Kalimantan Tengah. Foto: SGP

Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan pengujian Pasal 1 angka 3 UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang dimohonkan sejumlah bupati dengan membatalkan frasa “ditunjuk dan atau” dalam pasal itu.

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya. Frasa “ditunjuk dan atau”  dalam Pasal  1 angka 3 UU Kehutanan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua Majelis MK, Achmad Sodiki di ruang sidang MK, Rabu (21/2).

Sebagaimana diketahui, permohonan pengujian Pasal 1 angka 3 ini  UU Kehutanan ini diajukan beberapa bupati dan seorang pengusaha di Kalimantan Tengah. Mereka adalah M. Mawardi (Bupati Kapuas), Hambit Bintih (Bupati Gunung Mas), Duwel Rawing (Bupati Katingan), Zain Alkim (Bupati Barito Timur), Ahmad Dirman (Bupati Sukarama), dan Akhmad Taufik (pengusaha).

Menurut para pemohon, Kemenhut telah keliru menafsirkan Pasal 1 angka 3 yang menyatakan kegiatan penunjukan kawasan hutan bukan kegiatan pengukuhan hutan. Akibat tafsir keliru itu pemerintah pusat dapat sewenang-wenang memberikan status kawasan hutan di daerah para pemohon. Misalnya, lokasi-lokasi di kabupaten Kapuas secara faktual bukan kawasan hutan, tetapi dinyatakan sebagai kawasan hutan.

Padahal, merujuk Pasal 14 dan Pasal 15 UU Kehutanan penunjukan kawasan hutan hanyalah kegiatan awal untuk mengukuhkan kawasan hutan yang meliputi kegiatan penunjukan kawasan hutan, penataan batas kawasan, pemetaan, dan penetapan kawasan hutan. Hal ini mengakibatkan kewenangan pemohon I, II, III, IV, dan V untuk terlibat proses pengukuhan kawasan hutan menjadi hilang jika penunjukan dipersamakan dengan penetapan kawasan hutan.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah berpendapat Pasal 15 ayat (1) UU Kehutanan penunjukan kawasan hutan adalah salah satu tahap dalam proses pengukuhan kawasan hutan. Sementara “penunjukan” dalam Pasal 1 angka 3 dapat dipersamakan dengan penetapan kawasan hutan yang tidak memerlukan tahap-tahap sesuai yang ditentukan dalam Pasal 15 ayat (1) UU Kehutanan.

Mahkamah menilai tahap-tahap proses penetapan suatu kawasan hutan sebagaimana ditentukan pasal 15 ayat (1) UU Kehutanan itu di atas sejalan dengan asas negara hukum yang antara lain bahwa pemerintah atau pejabat administrasi negara taat kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Mahkamah penetapan kawasan hutan adalah proses akhir dari rangkaian proses pengukuhan kawasan hutan, maka frasa “ditunjuk dan atau” yang terdapat dalam Pasal 1 angka 3 UU Kehutanan bertentangan dengan asas negara hukum, seperti tersebut dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Selain itu frasa “ditunjuk dan atau” tidak sinkron dengan Pasal 15 UU Kehutanan.

“Berdasarkan Pasal 15 ayat (2) UU Kehutanan memperhatikan kemungkinan adanya hak-hak perseorangan atau hak pertuanan (ulayat) pada kawasan hutan yang akan ditetapkan sebagai kawasan hutan, sehingga jika terjadi keadaan seperti itu maka penataan batas dan pemetaan batas kawasan hutan harus mengeluarkannya dari kawasan hutan supaya tidak menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Misalnya masyarakat yang berkepentingan dengan kawasan yang akan ditetapkan sebagai kawasan hutan tersebut,” kata hakim konstitusi Muhammad Alim.

Ketidaksinkronan ini menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil sesuai Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Pasal ini menentukan setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

“Soal ketentuan peralihan pasal 81 UU Kehutanan yang menyatakan, ‘Kawasan hutan yang telah ditunjuk dan atau ditetapkan berdasarkan.... ‘ menurut Mahkamah meski frasa ‘ditunjuk dan atau ditetapkan’ dalam Pasal 81 UU Kehutanan ini tetap sah dan mengikat,” kata Alim.


Usai pembacaan putusan, kuasa hukum para pemohon Agus Surono mengapresiasi putusan MK. Sebab, selama ini dalam menetapkan kawasan hutan Menhut hanya melalui mekanisme penunjukan saja tanpa melalui prosedur yang diatur Pasal 15 dan 16 UU kehutanan yang menetapkan empat tahapan pengukuhan kawasan hutan yaitu penunjukan kawasan hutan, penataan batas kawasan, pemetaan, dan penetapan kawasan hutan.

“Konsekwensi dari putusan ini semua tahapan dalam pasal 15 UU Kehutanan harus ditempuh untuk menetapkan kawasan hutan oleh Menhut dan ini berlaku untuk semua daerah, sehingga ada kepastian hukum. Pemerintah daerah ketika memberi izin juga jelas, mana yang masuk kawasan hutan atau tidak menjadi jelas,”ujarnya.

Tags: