Pensiunan Hakim Emoh Kehilangan Status Hakim
Jeda

Pensiunan Hakim Emoh Kehilangan Status Hakim

Meskipun tidak dibayar, Allen Beldock keukuh bekerja di pengadilan.

Oleh:
Rzk
Bacaan 2 Menit
Pensiunan Hakim <i>Emoh</i> Kehilangan Status Hakim
Hukumonline

Menjadi hakim mungkin bukan preferensi utama seorang lulusan fakultas hukum. Dengan iming-iming bergelimangan rupiah dan dollar, profesi advokat masih menjadi yang terpopuler. Namun, meskipun tidak populer, profesi hakim tetap memiliki 'kelebihan' tertentu. Yakni, gengsi dan prestise.

Atas dasar dua alasan itulah, seorang pensiunan hakim ingin tetap berkarya di pengadilan. Pensiunan hakim itu memang bukan hakim Indonesia, tetapi hakim di Negeri Paman Sam. Allen Beldock, pensiunan hakim dimaksud, tidak ingin ‘melepaskan’ statusnya sebagai hakim. Padahal, Allen sudah resmi pensiun sejak lebih dari 20 tahun silam.

Dari usianya yang kini menginjak 92 tahun, Allen sudah semestinya menikmati hari tua dengan santai. Namun, dia menolak berhenti beraktivitas. Empat hari dalam seminggu, Allen tetap bekerja di Gedung Pengadilan Queens, di Negara Bagian New York, Amerika Serikat. Tahun 2010, www.nydailynews.com, sempat menobatkan Allen sebagai hakim tertua di kota.

Allen memang tidak lagi menangani perkara secara langsung. Bersama sejumlah pensiunan hakim lainnya, Allen sebagai “judicial hearing officers” hanya membantu hakim aktif berdasarkan penunjukan. Selain itu, Allen juga bertugas mengatur jadwal sidang dan mengawasi proses seleksi juri.

Awalnya, Allen masih mendapat honor AS$300 per hari. Namun, setahun silam, terjadi pemotongan alokasi anggaran pengadilan, khususnya untuk ‘staf’ seperti Allen. Situasi ini sempat membuat Allen kecewa, tetapi tidak cukup menyurutkan hasratnya untuk bekerja di pengadilan. Allen tetap bekerja meskipun tidak dibayar, bahkan uang transport sekalipun.

“Kalau saya tidak menjadi hakim, saya tidak akan melakukan apa-apa lagi,” ujar Allen pasrah. “Apa yang saya lakukan kalau tidak menjadi hakim lagi? Saya bisa apa? Saya menjadi hakim selama 44 tahun.” Allen tercatat memang diangkat sebagai hakim pada tahun 1968 oleh Wali Kota John V Lindsay yang sekarang sudah meninggal.

Allen mengaku tidak suka baca, tidak suka jalan-jalan, dan bukan pula penggemar museum. Makanya, Allen merasa tidak ada kegiatan lain yang bisa dikerjakan selain mengabdi di pengadilan. “Ayah saya tukang daging, dan saya tidak terlatih untuk menjadi tukang daging,” dia menambahkan.

Namun, tidak ada kegiatan bukan alasan utama buat Allen untuk tetap bekerja di pengadilan. Di atas semua itu, Allen tetap ingin merasakan prestise sebagai seorang hakim. “Saya tetap dipanggil hakim kemanapun saya pergi” tukasnya.

Satu dari tiga anak Allen, Neil Beldock mengatakan ayahnya memang tidak ada pilihan kegiatan lain, kecuali bekerja di pengadilan. Menurut Neil, ayahnya itu sangat mencintai profesinya. “Saya pikir dia hanya senang pergi ke pengadilan dan berada di pengadilan setiap hari.”

Uniknya, selain soal tidak ada aktivitas atau prestise, ada satu alasan lagi yang dikemukakan Allen soal kenapa dia tidak mau benar-benar ‘pensiun’. Allen ternyata takut mati cepat seperti beberapa koleganya.

“Sangat banyak teman yang saya punya, ketika dia berhenti kerja atau pensiun, mereka  mati,” ujar Allen.

Sementara itu, kalangan pengacara sendiri menganggap para pensiunan hakim yang secara sukarela bekerja setelah pensiunan, terkesan bekerja amatir. Namun seorang pengacara bernama Bradley M Wanner justru memuji Allen Beldock. “Allen masih tajam, seperti yang saya bayangkan,” tukasnya.

Sumber:
http://www.nytimes.com
http://abajournal.com

Tags: