Reformasi di Ditjen Pajak Gagal
Utama

Reformasi di Ditjen Pajak Gagal

Pengusaha anggap orang seperti Gayus sebagai malaikat buat mereka.

Oleh:
leo wisnu susapto
Bacaan 2 Menit
Reformasi birokrasi diDirektorat Jenderal Pajak gagal. Foto: SGP
Reformasi birokrasi diDirektorat Jenderal Pajak gagal. Foto: SGP

Rekening puluhan miliaran rupiah yang diduga milik mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Dhana Widyatmika dan dinilai diperoleh secara tak wajar, menunjukkan bahwa reformasi birokrasi di lembaga itu tidak berhasil.

Hal ini disebabkan karena reformasi tidak menyentuh akar masalah sesungguhnya yaitu tak membereskan wajib pajak nakal serta kelemahan pengawasan bagi aparat pajak (fiscus).

Demikian pendapat Sekretaris Jenderal Transparency International Indoneisa (TII) Lucky Djani dalam sebuah diskusi yang disiarkan radio di Jakarta, Sabtu (3/3). Menurutnya, reformasi birokrasi di institusi penyumbang pendapatan terbesar bagi negara itu dilakukan dengan cara yang salah.

Dia sebutkan, reformasi di DJP dilakukan pada sejumlah item diantaranya perbaikan remunerasi dan pengawasan. Namun, sasaran reformasi itu belakangan malah menjadi hal yang mengkhawatirkan sehingga pengawasan menjadi lemah.

Hal ini terbukti dengan kasus Gayus HP Tambunan, pegawai penelaah keberatan dan banding pajak DJP. Sekalipun dengan remunerasi yang terbilang tinggi, untuk pegawai golongan IIIc, Gayus memberanikan diri untuk membela kepentingan WP yang keberatan atas perhitungan kewajiban menurut DJP dan menyatakan banding di pengadilan pajak.

Padahal, DJP harus melaksanakan ketentuan, jika institusi ini menjadi pihak di pengadilan pajak, maka hanya di tempat itu saja keduanya bertemu. “Inilah akar masalah yang seharusnya dituntaskan dalam reformasi birokrasi, bukan dengan memberikan insentif karena kasus seperti Gayus, atau bahkan Dhana adalah kejahatan terorganisir dengan modus nonkonvensional,” tegasnya.

Ekonom The Indonesian Economic Intelligence, Sunarsip tak sependapat kalau reformasi birokrasi di DJP gagal. “Sebutan gagal itu terlalu berlebihan,” bela pria yang tercatat pensiun dini sebagai pegawai Kemenkeu pada 2008 itu.

Dia lalu membandingkan sebelum remunerasi baru diberlakukan pada 2008, tak ada kasus kenakalan pegawai di DJP terungkap. “Pernah dengar ada mafia pajak sebelum remunerasi?” tantangnya.

Menurut dia, mafia pajak sudah lama dan ada dimana-mana. Kasus Gayus dan Dhana, adik angkatannya di STAN, adalah penyakit lama terungkap sekarang.

Aset Gayus yang mencapai ratusan miliar rupiah, lanjutnya, tak dikumpulkan dalam satu kali perkara saja. Dirinya menduga kenakalan Gayus sudah lama dilakukan dan hasilnya mencapai ratusan miliar. “Ini kasus lama, perilaku lama dan terungkap saat remunerasi diberlakukan,” tuturnya.

Keberhasilan lain dari reformasi birokrasi dengan salah satu cara meningkatkan remunerasi di DJP adalah, penerimaan pajak terus meninggi. Dia menguraikan, pada 2008, penerimaan pajak mencapai Rp660 triliun, lalu terus meningkat dan tahun ini ditargetkan menjadi Rp1.000 triliun. “Harus dicatat, dari APBN kita yang Rp1.400 triliun sekira 75 persen dari pajak, kok dibilang reformasi gagal,” sebutnya.

Dia meyakini, institusi DJP dalam kasus Gayus dan Dhana tidak salah. Karena niat untuk mengubah kewajiban itu ada pada WP. Dia sampaikan ada dua cara kontak WP dan fiscus, yaitu penghindaran pajak (tax avoidance) dan penggelapan pajak.

Penghindaran pajak muncul karena pemahaman berbeda antara WP dengan DJP. Dia mengkategorikan kasus Gayus berawal dari penghindaran pajak lalu meningkat jadi penipuan.

Menurutnya, ini penghindaran pajak bukan tindak pidana. Karena adanya perbedaan tafsir antara WP dengan DJP, dimana WP harus menghitung kewajibannya sendiri. Namun, dengan ketentuan yang berlaku, DJP memiliki persepsi akan kewajiban WP.

Selisih penghitungan lalu dibawa ke pengadilan pajak, dan muncul kasus seperti Gayus. “Pertanyaannya, kenapa WP enggan selisih itu diputus pengadilan pajak?” sebutnya.

Wakil Ketua Kadin, Poempida Hidayatulah pada kesempatan sama menjawab pertanyaan Sunarsip. Berperkara di pengadilan pajak dinilai sebagian pengusaha tidak menjamin kepastian dan tak ada perlindungan.

Terkait perkara penggelapan pajak oleh pegawai DJP, Lucky mengingatkan penegak hukum agar adil. Pasalnya, dalam perkara Gayus, WP yang memberikan uang tak ada penindakan secara hukum.

Begitu pula dengan para pegawai seperti Gayus dan Dhana, menurutnya penegak hukum jangan berhenti pada penghukuman saja. Melainkan harus menggunakan semua instrumen hukum untuk memiskinkan pelaku.  

Tags: