Gelar Presiden dalam UU Harus Dihilangkan
Utama

Gelar Presiden dalam UU Harus Dihilangkan

Apresiasi gelar doktor SBY yang salah kaprah.

Oleh:
Ali Salmande
Bacaan 2 Menit
Pencatuman gelar SBY dalam undang-undang dipersoalkan. Foto: Sgp
Pencatuman gelar SBY dalam undang-undang dipersoalkan. Foto: Sgp

Convention ASEAN on Counter Terorism (Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme) telah disetujui untuk diratifikasi menjadi undang-undang oleh Komisi I DPR (DPR) dan Pemerintah. Namun, pada pembahasan persetujuan, sempat terjadi perdebatan yang kelihatannya sepele tapi sebenarnya cukup penting. Yakni, pencantuman nama gelar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di dalam undang-undang itu.

Seorang anggota Komisi I tiba-tiba berkomentar bahwa gelar ‘DR’ (Doktor) dan ‘H’ (haji) yang berada di depan nama Susilo Bambang Yudhoyono seharusnya dihilangkan. Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty Natalegawa sempat keberatan. Pasalnya, penggunaan gelar di depan nama Presiden dalam peraturan perundang-undangan ternyata tak seragam. Ada beberapa undang-undang yang masih memakai, tapi ada juga yang tidak.

Wakil Ketua Komisi I, Agus Gumiwang yang memimpin rapat langsung mengambil sikap. Ia menegaskan bahwa berdasarkan UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan gelar tak perlu disematkan ke nama pejabat yang mengesahkan suatu peraturan perundang-undangan.

“Jadi, pencantuman gelar doktor dan haji kita drop saja. Bagaimana setuju?” ujarnya yang akhirnya disetujui anggota dewan yang lain dan perwakilan pemerintah yang hadir, di ruang rapat Komisi I, Kamis (8/3).


Berdasarkan penelusuran hukumonline, Lampiran UU No 12 Tahun 2011 yang menjadi satu bagian yang tak terpisahkan memang menyebutkan bahwa gelar tak perlu dicantumkan. Bab Penutup Poin 164 huruf d dalam Lampiran itu berbunyi ‘Penandatanganan pengesahan atau penetapan peraturan perundang-undangan memuat: nama lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar, pangkat, golongan, dan nomor induk pegawai’.

Lampiran UU No 12 Tahun 2011

a.    Untuk pengesahan

Contoh:

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 22 Juli 2011

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

tanda tangan

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

b.    Untuk penetapan

Contoh:

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 22 Juli 2011

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

tanda tangan

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Uniknya, berdasarkan penelusuran di Pusat Data Hukumonline, tak sedikit peraturan perundang-undangan yang masih mencantumkan gelar Susilo Bambang Yudhoyono. Di antaranya, UU No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, UU No 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, UU No 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, PP No 9 Tahun 2012, PP No 16 Tahun 2012 dan banyak lagi.

Sebenarnya, aturan gelar tak perlu dicantumkan bukan merupakan hal yang baru. UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang lama, UU No 10 Tahun 2004 juga telah mengatur hal serupa. Ironisnya, UU No 12 Tahun 2011 yang seharusnya menjadi ‘contoh’ peraturan perundang-undangan yang baik dan benar juga masih mencantumkan gelar presiden dalam pengesahan dan penetapannya.

Guru Besar Ilmu Peraturan Perundang-undangan Universitas Andalas Padang Prof. Yuliandri menjelaskan meski secara formal agak bermasalah, tetapi kesalahan pencantuman gelar ini tak berimplikasi serius. “Saya rasa ini bukan objek yang bisa diuji secara formal ke Mahkamah Konstitusi (MK),” ujarnya.

Meski begitu, Yuliandri berharap bahwa ke depan para staf dan pejabat yang menandatangani peraturan perundang-undangan segera menyadari kesalahan ini. “Memang banyak peraturan perundang-undangan yang mencantumkan gelar. Seharusnya bila merujuk ke lampiran UU No12 Tahun 2011 tak boleh dicantumkan. Ke depannya harus diperbaiki,” tuturnya.

Menurutnya, kebiasaan ‘buruk’ ini disebabkan apresiasi yang berlebihan seorang bawahan terhadap presiden. “Dulu sebelum presiden SBY memperoleh gelar doktor, gelar tak dicantumkan. Padahal, kalau mau ‘konsisten’ sebut juga jenderal purnawirawan di depan namanya. Tapi, begitu SBY memperoleh gelar doktor, baru gelar itu disematkan di dalam undang-undang. Ini kan hanya untuk mau mengapresiasi gelar doktor itu, tapi caranya salah,” pungkasnya.

Tags: