Ekspatriat Tetap Boleh Jadi Dirut Perusahaan
Utama

Ekspatriat Tetap Boleh Jadi Dirut Perusahaan

Kemenakertrans menyebut penggunaan istilah CEO selama ini salah kaprah.

Oleh:
Ady TD Achmad
Bacaan 2 Menit
Menakertrans Muhaimin Iskandar klarifikasi aturan pelarangan tenaga kerja asing sebagai CEO perusahaan. Foto: SGP
Menakertrans Muhaimin Iskandar klarifikasi aturan pelarangan tenaga kerja asing sebagai CEO perusahaan. Foto: SGP

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 40 Tahun 2012 yang ditandatangani Muhaimin Iskandar pada akhir Februari lalu tampaknya sempat membuat kalangan dunia usaha kalang kabut. Betapa tidak, Keputusan itu tegas melarang posisi Chief Executive Officer (CEO) suatu perusahaan diduduki oleh tenaga kerja asing atau ekspatriat.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia, Djimanto bahkan menyebutkan aturan ini bakal mengganggu iklim investasi karena para pemodal asing tak bisa lagi menunjuk orang kepercayaannya sebagai CEO di Indonesia. Ujungnya, ia khawatir para investor tersebut hengkang.

Kemenakertrans pun langsung dihujani pertanyaan seputar pelarangan ekspatriat menjadi CEO perusahaan di Indonesia. Pasalnya tidak sedikit jabatan CEO di berbagai perusahaan terutama multinasional yang diduduki oleh tenaga kerja asing. Sekadar memberi contoh, sebut misalnya CEO Standard Chartered Bank Indonesia yang dipegang oleh Tom Aaker, seorang warga negara Amerika Serikat.

Menakertrans Muhaimin Iskandar buru-buru mengklarifikasi hal ini. Ia menuturkan bahwa CEO yang dimaksud dalam Kepmen ini bukan CEO yang menduduki jabatan di posisi puncak manajerial. Melainkan kepala kantor yang mengurusi masalah personalia dan administrasi.

“CEO yang dimaksud di sini bukan CEO yang top manajemen tapi kepala kantor dalam bidang personalia dan administrasi,” tutur Muhaimin di Jakarta, Minggu (11/3).

Senada, Kepala Biro Hukum Kemenakertrans Sunarno dalam kesempatan terpisah mengatakan bahwa istilah CEO tak dikenal dalam hukum positif di Indonesia, misalnya di UU Perseroan Terbatas. Namun dalam praktik posisi CEO sering digunakan untuk menunjuk jabatan manajerial tertinggi seperti presiden direktur atau direktur utama.

Sementara soal pencantuman posisi CEO di dalam Kepmen, Sunarno mengaku mendasarkannya pada kode jabatan standar internasional (International Standard Classification of Occupations, ISCO). Yaitu CEO sebagai kepala kantor yang mengurusi administrasi dan kepersonaliaan.

Jadi, berdasarkan ISCO itu Sunarno menegaskan bahwa posisi CEO yang dilarang untuk ekspatriat adalah kepala kantor bagian kepersonaliaan dan administrasi. Bukan CEO dalam arti presiden direktur atau direktur utama.

Masalah Pengawasan
Anggota Komisi IX DPR Rieke Dyah Pitaloka pada dasarnya menyetujui kebijakan pembatasan posisi pekerjaan bagi tenaga kerja asing ini. Menurut Rieke, pembatasan itu diperlukan agar tidak terjadi ketimpangan atau bahkan konflik di lokasi kerja. Sebab acapkali tenaga kerja asing dianggap kurang memahami konteks hukum dan kondisi sosial ketenagakerjaan di Indonesia. Rieke lantas mencontohkan kasus kemarahan para buruh Drydock di Batam pada tahun 2010 adalah akibat dari perlakuan dari pekerja asing yang menyalahi aturan ketenagakerjaan.

Namun demikian Rieke meragukan implementasi kebijakan tersebut. Alasannya, menurut Rieke, kondisi pengawasan ketenagakerjaan di Indonesia memprihatinkan karena timpangnya jumlah pengawas dan perusahaan yang diawasi. Dalam kasus Drydock di Batam itu misalnya. Tercatat hanya ada empat pengawas yang bertugas mengawasi ribuan perusahaan yang terdaftar di Batam.

“Sebaik apapun peraturan yang ada tapi kalau pengawasannya nggak jalan ya nggak bisa. Pengawas dan penegakan hukum. Artinya pengawasan itu kan mengawasi seluruh proses produksi, seluruh proses industri itu sendiri apakah alat-alat industri dan pekerjanya,” tutur Rieke kepada hukumonline lewat telepon, Minggu (11/3).

Terpisah, Kasubdit Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan Kemenakertrans Syamsul Bahri menyatakan pengawas ketenagakerjaan akan memantau setiap perusahaan yang menggunakan tenaga kerja asing dan memantau apakah melangar ketentuan yang ada atau tidak. Misalnya apakah pekerja asing itu bekerja pada jabatannya sesuai dengan izin yang telah diberikan atau tidak.

Selain itu, ada juga ketentuan agar tenaga kerja asing memberikan pengetahuannya kepada pekerja lokal atau pendampingnya. Hal itu ditujukan agar ada alih teknologi atau transfer pengetahuan sehingga dapat meningkatkan kompetensi pekerja lokal. Yang pasti dalam melaksanakan tugasnya, pegawai pengawas berlandaskan pada rencana kerja rutin atau ada pelaporan dari masyarakat jika ada penyimpangan yang dilakukan.

“Pengawas itu untuk seluruh Indonesia ada sekitar 1.400 personil,” tutur Syamsul kepada hukumonline lewat telepon Senin, (12/3).

Secara operasional tim pengawas berada di tingkat Kabupaten/Kota, lalu ada koordinasi dari dinas tenaga kerja tingkat Provinsi. Syamsul juga menegaskan bahwa pengawas di tingkat pusat juga melakukan pembinaan kepada pegawai pengawas di tingkat daerah agar pengawasan dilakukan sesuai norma yang ditentukan.

Syamsul juga menuturkan ada berbagai macam pelanggaran yang biasanya dilakukan dalam penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia. Salah satunya adalah penyimpangan jabatan. Misalnya seorang pekerja asing menempati jabatan marketing sebagaimana izin kerjanya, kemudian dia pindah ke posisi lain. Atau pekerja asing tidak bekerja pada perusahaan yang sesuai dengan izin yang diberikan pihak Kemenakertrans. Bahkan perlakuan pekerja asing terhadap pekerja lokal harus ikut diperhatikan. Jika pekerja asing kedapatan melakukan pelanggaran maka tugas dinas tenaga kerja adalah melakukan pembinaan.

Seandainya pembinaan telah dilakukan dan pekerja asing tetap melanggar ketentuan maka dijatuhi sanksi yaitu tidak boleh bekerja. Terkait hal itu pengawas akan memerintahkan agar pengusaha yang mempekerjakan pekerja asing itu untuk mengeluarkan tenaga kerja asing yang bersangkutan dari lokasi perusahaan.

Bukan hanya itu, Syamsul juga menegaskan pekerja asing itu tidak boleh bekerja di perusahaan manapun. Bahkan jika jenis pelanggarannya sudah tergolong berat maka dinas tenaga kerja dapat mengajukan deportasi ke pihak lembaga imigrasi. Dan biaya deportasi itu akan dibebankan kepada si pemberi kerja.

Tags: