Putusan-Putusan MA tentang Penimbunan BBM
Utama

Putusan-Putusan MA tentang Penimbunan BBM

Rencana pemerintah menaikkan harga BBM sering dimanfaatkan segelintir orang menimbun BBM. Bagaimana hakim menilai kesalahan pelaku?

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
MA sudah banyak menjatuhkan hukuman bagi penimbun BBM. Foto: Sgp
MA sudah banyak menjatuhkan hukuman bagi penimbun BBM. Foto: Sgp

Transaksi Tarwiyah dan sopir truk tangki pengangkut bensin dan solar dari Pertamina Unit III Balongan tak perlu ditiru. Setiap kali melewati jalanan Desa Jayalaksana, Kedokan Bunder, Kabupaten Indramayu, sebelum sampai SPBU tujuan, beberapa sopir tangki menjual solar dan bensin kepada Tarwiyah. Kemudian Tarwiyah menjual solar dan bensin itu secara eceran dan dengan harga lebih mahal. Perbuatan ini biasa disebut ‘kencing’ BBM.

Transaksi ini terus berulang hingga kepergok dua anggota Tim Terpadu BBM Pusat dari Mabes TNI. Saat itu, pemerintah sedang melakukan pemantauan atas dugaan penyelewengan BBM dan dampak kenaikan harga. Tim Terpadu menemukan 66 drum berisi solar di rumah Tarwiyah. Warga Indramayu ini akhirnya diproses hingga ke pengadilan.

Di persidangan jaksa menggunakan surat dakwaan alternatif. Terdakwa dituduh melanggar Pasal 53 huruf d juncto pasal 23 ayat (2) UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas), yakni melakukan kegiatan penyimpanan minyak bumi tanpa izin usaha penyimpanan. Atau, melanggar Pasal 480 ke-1 e KUH Pidana tentang penadahan. Jaksa menuntut hukuman tiga tahun penjara dan denda tiga juta rupiah subsider dua bulan kurungan. Jaksa juga meminta agar barang bukti dirampas untuk dimusnahkan.

Pengadilan Negeri Indramayu menjatuhkan vonis 6 bulan penjara dan denda satu juta rupiah subsider satu bulan kurungan. Sedangkan barang bukti dikembalikan kepada terdakwa. Pengadilan Tinggi Jawa Barat mengoreksi lamanya hukuman menjadi satu tahun dan denda menjadi dua juta rupiah subsider dua bulan kurungan. Tarwiyah dinilai terbukti melanggar UU Migas.

Merasa tak jelas dasar hakim banding menaikkan vonis, Tarwiyah mengajukan kasasi. Namun majelis hakim agung dipimpin Mansyur Kartayasa menolak permohonan kasasi tersebut. Dengan demikian ia harus menjalani hukuman satu tahun penjara akibat menyimpan minyak bumi tanpa izin.

Perkara Tarwiyah (putusan No. 1251 K/Pid/2007) bukan satu-satunya kasus penimbunan bahan bakar minyak (BBM) yang pelakunya diproses hingga ke Mahkamah Agung. Dengan menelusuri putusan-putusan Mahkamah Agung yang dipublikasikan lewat laman resmi, tercatat puluhan putusan.

Salah satu yang menarik adalah nyaris tidak ada pelaku penimbunan BBM yang dihukum berat, katakanlah lebih dari dua tahun penjara dan denda lebih dari lima juta rupiah. Pasal 53 huruf c dan huruf d UU Migas yang sering dipakai jaksa menjerat pelaku memang hanya mencantumkan hukuman maksimal 3 tahun penjara dan denda maksimal Rp30 miliar.

Dalam putusan No. 343K/Pid/2007, Mahkamah Agung menolak memori kasasi penuntut umum. Sehingga yang berlaku adalah putusan judex factie. Ismail Lamo bin Tajang terbukti melanggar Pasal 53 huruf c jo Pasal 23 ayat (2) huruf c UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas. Ia divonis 2 bulan penjara dan denda satu juta rupiah subsider satu bulan kurungan. Barang bukti 15 drum BBM jenis bensin dirampas untuk negara. Ini sesuai dengan putusan PN Enrekang pada 23 Januari 2006.

Mahkamah Agung malah menurunkan lamanya hukuman yang dijatuhkan judex factie. Hal ini terlihat dalam putusan No. 1063 K/Pid.Sus/2009 atas nama terdakwa H. Sukarno bin H. Latif K. Pengadilan Negeri Kolaka menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana menyimpan BBM tanpa izin usaha penyimpanan, perbuatan mana melanggar pasal 53 huruf c jo pasal 23 ayat (2) UU Migas. Terdakwa divonis 10 bulan penjara dan denda lima juta rupiah subsider 3 bulan kurungan. Barang bukti dirampas untuk negara. Pengadilan Tinggi menguatkan putusan ini. Namun pada Agustus 2010 silam, Mahkamah Agung mengkorting hukuman penjara terdakwa menjadi 6 bulan. Ironisnya, tidak jelas apa pertimbangan majelis kasasi mengurangi lamanya hukuman terdakwa.

Bukan tindak pidana
Penimbunan BBM tak selamanya bisa dikualifikasi sebagai tindak pidana. Tengok saja dalam putusan Mahkamah Agung No. 544 K/Pid/2007. Abdul Haer alias Amihai dibawa ke kursi terdakwa atas tuduhan penimbunan BBM. Di Pengadilan Negeri Poso, terdakwa dituntut tiga tahun penjara dan denda Rp20 juta subsider enam bulan kurungan.

Pada 8 April 2006, PN Poso menjatuhkan putusan terdakwa terbukti melakukan penyimpanan BBM tanah. Tetapi perbuatan tersebut bukanlah suatu tindak pidana. Oleh karena itu, terdakwa dilepas dari segala tuntutan hukum. Barang bukti 134 drum minyak tanah dikembalikan kepada terdakwa.

Di persidangan terungkap terdakwa mempunya izin perjanjian kontrak agen minyak tanah. Berdasarkan perjanjian terdakwa mendapat jatah tiga drum per hari. Namun lantaran tidak laku seluruhnya, terdakwa terkesan menimbun minyak tanah sehingga polisi melakukan penyidikan. Upaya jaksa mengajukan kasasi kandas.


Pengadilan Negeri Batam juga pernah membebaskan Andi Zulkarnain, terdakwa kasus penimbunan BBM. Ia tidak terbukti menyalahgunakan pengangkutan dan atau niaga bahan bakar minyak seperti dituduhkan jaksa. Barang bukti 10 ton solar yang disita Densus 88 Mabes Polri dikembalikan kepada terdakwa. Upaya jaksa mengajukan kasasi kandas karena menurut majelis hakim kasasi jaksa tidak bisa membuktikan bahwa pembebasan terdakwa adalah pembebasan tidak murni. Dalam putusan No. 2907K/Pid/2006, majelis hakim agung menyatakan permohonan kasasi dinyatakan tidak dapat diterima.

Daftar putusan pengadilan bisa terus bertambah dengan pertimbangan dan putusan hakim yang berbeda-beda. Tetapi pelaku rata-rata dijerat dengan pasal 53 UU Migas. Ini hanya sedikit dari putusan Mahkamah Agung yang relevan untuk diangkat sebagai bahan renungan saat Pemerintah hendak menaikkan harga BBM.

Tags: