Kepala Daerah Penolak Kenaikan BBM Tak Bisa Dipecat
Utama

Kepala Daerah Penolak Kenaikan BBM Tak Bisa Dipecat

Gugat di PTUN bila ada yang dipecat.

Oleh:
Ali Salmande/Ant
Bacaan 2 Menit
Demo Mahasiswa Menolak Kenaikan harga BBM Di Depan Istana Negara. Foto: Sgp
Demo Mahasiswa Menolak Kenaikan harga BBM Di Depan Istana Negara. Foto: Sgp

Pakar Hukum Tata Negara Prof Yusril Ihza Mahendra mengatakan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tidak bisa memecat kepala daerah yang ikut demo kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Pasalnya, kata Yusril, kepala daerah dipilih oleh rakyat melalui Pilkada.

"Menteri tidak bisa memecat bupati/wali kota yang ikut demo BBM. Mereka dipilih oleh rakyat melalui pilkada, menteri hanya melantik saja," kata Yusril, kepada wartawan usai mengikuti sidang Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa (27/3).


Yusril mengatakan, dalam birokrasi pun pemecatantidak bisa dengan alasan mengikuti demo. "Jadi memang harus ada alasan-alasan tertentu berdasarkan PP 30 Tahun 1980 tentang Disiplin PNS," katanya. Ia menjelaskan bahwa memecat kepala daerah tidak mudah karena bisa dilawan melalui pengadilan tata usaha negara (PTUN) jika tidak sesuai prosedur. "Kalau dipecat dilawan pakai PTUN bisa kalah juga Mendagri," tegasnya.

Mantan Menteri Kehakiman ini mengatakan bahwa mendagri juga tidak bisa memecat PNS begitusaja, mengingat sekarang sudah era otonomi daerah. "Kalau dulu semua pegawai di daerah itu pegawai kementerian dalam negeri, sekarang ini pegawai kementerian dalam negeri itu cuma yang ada di sebelah istana itu saja. Yang di Merdeka Selatan itu pegawai DKI itu sudah pegawai pemda. Bukan pegawai kementerian dalam negeri. Jadi yang mana yang mau dipecat ini? Harus jelas dulu," jelasnya.

Senada dengan Yusril, di tempat berbeda, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Tjahjo Kumolo menegaskan kepala daerah dipilih oleh rakyat. Ia menyatakan aspirasi penolakan BBM itu merupakan aspirasi rakyat. “Ya, kepala daerah harus mengikuti aspirasi itu dong,” ujarnya usai mengikuti rapat paripurna di Gedung DPR, Selasa (27/3).

Tjahjo justru mempertanyakan dasar hukum Mendagri bila ingin mencopot kepala daerah yang menolak kenaikan BBM. “Kalau dia (Mendagri) yang berdemonstrasi, dia bisa dicopot karena Mendagri itu pembantu presiden. Kalau kepala daerah kan dipilih rakyat,” tegasnya.

Lebih lanjut, Tjahjo mengaku telah menerbitkan surat kepada kader PDIP yang ingin berdemonstrasi menolak kenaikan BBM untuk fokus di wilayahnya masing-masing. “Intinya surat itu melarang anggota partai di luar jakarta untuk menyampaikan aspirasinya di Jakarta. Kalau dia ada di Bogor, ya berdemonstrasi di Bogor saja,” ujarnya.

Seperti diketahui, sebelumnya, Mendagri Gamawan Fauzi mengancam kepala daerah yang menolak kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Ia berargumen penolakan kepala daerah itu bertentangan dengan sumpah jabatan. Pasalnya, kepala daerah adalah bagian sistem pemerintahan nasional dan kebijakannya tidak boleh melawan pemerintah pusat. 

"Seluruh kepala daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota itu bagian dari sistem pemerintahan nasional sehingga harus taat peraturan perundang-undangan. Tidak ada alasan kepala daerah tidak setuju kebijakan nasional, apa pun asal partainya," kata Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi seusai membuka orientasi kepala daerah di Badan Pendidikan Latihan Kemendagri, Jakarta, Senin (26/3).

Tak semua menolak argumentasi mendagri ini. Mantan Wakil Presiden M Jusuf Kalla justru sepakat atas langkah Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi yang akan memberi sanksi kepala daerah yang ikut demonstrasi tidak setuju rencana kenaikan harga bahan bakar minyak.

"Begini, kebijakan nasional semestinya punya struktur sampai ke daerah," katanya usai menyampaikan kuliah umum di Universitas Diponegoro Semarang, Jawa Tengah, Selasa (27/3).

Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) itu menjelaskan, sesuai fungsi pemerintahan, maka pemerintah daerah harus mendukung kebijakan nasional dari pemerintah pusat, bahkan sampai ke tingkat kecamatan sekalipun. Apabila kebijakan nasional sampai ke bawah ditolak, kata dia, berarti kepala daerah yang menolak kebijakan nasional itu tidak disiplin, sebab kebijakan nasional harus didukung sampai ke tingkat bawah.

"Kalau tidak disiplin semestinya memang ada sanksinya, sebab jika tidak ada saksinya maka tidak disiplin itu namanya," kata JK yang pernah menjabat Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat tersebut.

Tags:

Berita Terkait