Pemerintah-DPR Sepakat Ratifikasi Konvensi Buruh Migran
Berita

Pemerintah-DPR Sepakat Ratifikasi Konvensi Buruh Migran

Tinggal menunggu pengesahan di rapat paripurna.

Oleh:
Ady
Bacaan 2 Menit
Menakertrans Muhaimin Iskandar. Foto: Sgp
Menakertrans Muhaimin Iskandar. Foto: Sgp

Rapat kerja yang digelar Komisi IX DPR untuk membahas RUU Pengesahan Konvensi Pekerja Migran berjalan mulus. Pasalnya, seluruh fraksi yang hadir sepakat untuk memboyong RUU ini ke sidang paripurna agar disahkan menjadi undang-undang.

Pada pembahasan itu ada tiga Kementerian yang hadir yang mewakili pemerintah antara lain Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans).

RUU Ratifikasi Konvensi Pekerja Migran adalah usulan dari pemerintah. Menlu Marty Natalegawa memaparkan alasan ratifikasi Konvensi ini penting untuk memperkuat kerangka perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia dan seluruh keluarganya. Dengan begitu seluruh pekerja migran terutama yang berada dalam posisi yang rentan yaitu pekerja migran di sektor informal dan berada dalam situasi ireguler mendapat perlindungan.

Dari berbagai konvensi internasional yang ada, Marty menganggap Konvensi ini merupakan satu-satunya konvensi internasional yang mengatur tentang perlindungan hak pekerja migran dan anggota keluarganya secara komprehensif. Konvensi ini sekaligus memberi perlindungan minimum terhadap pekerja migran dalam berbagai kategori beserta keluarganya. Perlindungan itu mulai dari tahap pra keberangkatan, masa transit, masa kerja di luar negeri dan masa penempatan pekerja migran.

Jika RUU ini disahkan dalam sidang paripurna di DPR, Marty melanjutkan, pemerintah akan dibebani kewajiban untuk melakukan harmonisasi hukum nasional. Terutama regulasi yang berkaitan dengan penempatan dan perlindungan pekerja migran dan keluarganya. Sehingga peraturan perundang-undangan yang ada sesuai dengan standar hak asasi pekerja migran sebagaimana diatur dalam konvensi.

“Konvensi ini akan menjadi acuan untuk merevisi berbagai peraturan perundang-undangan yang menyangkut pekerja migran Indonesia,” tutur Marty kepada anggota dewan dalam rapat kerja di Komisi IX DPR Jakarta, Senin (9/4).

Selain itu, kewajiban pemerintah lainnya jika RUU ini disahkan, lanjut Marty, yaitu melaporkan implementasi konvensi kepada Komite Perlindungan Hak-hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya. Sebagaimana ketentuan dalam Konvensi, laporan itu juga disampaikan satu tahun setelah ratifikasi disahkan. Selanjutnya disampaikan setiap lima tahun sekali dan ketika Komite meminta laporan itu.

Marty berharap ratifikasi ini akan memperkuat Indonesia di tingkat bilateral, regional dan global dalam peningkatan perlindungan pekerja migran indonesia dan keluarganya. Lebih dari itu, menurutnya pengesahan RUU dapat menjadi amunisi bagi pemerintah mendorong negara-negara lain untuk ikut meratifikasi. Khususnya negara tujuan pekerja migran.

Pada kesempatan sama Menakertrans Muhaimin Iskandar menyebutkan ratifikasi ini adalah keberhasilan pemerintah dan DPR dalam memberi perlindungan, kemajuan dan pemenuhan hak pekerja migran dan anggota keluarganya. Sekaligus keberhasilan bagi para pegiat HAM dan advokasi yang turut serta mendorong upaya pengesahan RUU ini.

Menurut Muhaimin, ratifikasi ini tidak menimbulkan kerugian bagi Indonesia. Sebaliknya, ratifikasi ini dapat dijadikan modal untuk menggalang kekuatan internasional untuk menjalankan perlindungan pekerja migran Indonesia di luar negeri.

“Kita bersyukur karena melaksanakan ratifikasi ini dan segera disahkan di paripurna. Semua fraksi (di Komisi IX, -red) setuju dengan bulat, kita berbahagia,” ujar Muhaimin. Dia berharap agar komitmen pemerintah Indonesia untuk melindungi pekerja migran mendapat apresiasi masyarakat Internasional.

Terkait revisi UU No 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja ke Luar Negeri (PPTKLN), dia mengatakan proses revisi itu masih terus berjalan. Dan ratifikasi konvensi pekerja migran ini akan memperkuat poin-poin penting dalam revisi UU PPTKLN. Beberapa poin itu antara lain sistem perlindungan yang diterapkan pemerintah terhadap pekerja akan lebih kuat.

Anggota Komisi IX dari Fraksi PDIP Rieke Dyah Pitaloka menekankan bahwa konvensi ini bukan sekadar melindungi pekerja migran, tapi juga kepentingan negara penerima pekerja migran terkait pembatasan akses kategori pekerjaan. Hal itu ditujukan guna melindungi warga negara sebagaimana tertuang dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a Konvensi Pekerja Migran. Dan pembatasan itu ditentukan sesuai kebutuhan negara yang bersangkutan dengan payung hukum nasional.

“Dengan seluruh pertimbangan yang ada Fraksi PDIP menyetujui (RUU Pengesahan Konvensi Pekerja Migran, -red) untuk ditindaklanjuti dalam pembahasan di tingkat II. Semoga dengan adanya UU ini menjadi payung hukum untuk perbaikan peraturan untuk perlindungan pekerja migran dan seluruh anggota keluarganya,” pungkas Rieke.

Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah menyambut baik kesepakatan pemerintah dan DPR ini. Namun ia menagih komitmen pemerintah untuk segera mewujudkan kebijakan nasional dan diplomasi perlindungan buruh migran yang komprehensif sesuai prinsip-prinsip yang tertuang dalam Konvensi.

Tags: